27.9.12

Perusakan Restoran Cepat Saji vs Fitnah Nabi, Relevansinya Di Mana?


Entah kenapa saya selalu merasa terusik ketika menyaksikan tayangan berita yang berisikan tentang aktivitas perusakan tempat usaha dengan brand tertentu yang identik dengan Barat. Seperti sudah memiliki pola tertentu, sebuah plot yang teratur, semacam kausalitas, jika ada kejadian A maka kejadian perusakan semacam itu menyusul kemudian. Entah apa yang salah, apakah perasaan saya, atau malah televisi saya mungkin yang error?

Saya yakin kawan pasti mengerti maksud saya. Lagi-lagi berita perusakan sebuah gerai makanan cepat saji. Pelakunya mungkin hanya beberapa orang tapi lihatlah betapa besar media yang meliputnya. Menyebar cepat ke seluruh pelosok negeri. Bahkan bukan tak mungkin kabarnya sampai hingga ke luar negeri. Padahal niatnya katanya baik. Membela kehormatan sang nabi tercinta yang lagi-lagi difitnah dengan keji. Tapi hasilnya? Saya malah sedih menyaksikan tayangan berita tersebut. Sebagai seorang yang juga sangat mencintai beliau SAW, saya justru tak terima apa yang mereka perbuat. Membuat perusakan sebagai sebuah bentuk pembelaan? Bukankah hal itu justru akan menjadi bumerang? Berbalik menyerang kita selaku umatnya di mana semua akan menggeneralisasi dengan mengatakan “See, I told you!”

Sementara sesungguhnya fitnah itu tak perlu diladeni. Saya ilustrasikan begini. Si A difitnah melacur oleh si B padahal pada kenyataannya tidak. Fitnah keji itu memicu kemarahan keluarga besar si A sehingga salah seorang pamannya mengamuk dan menganiaya si B sebagai penyebar fitnah. Bagaimana andaikan ada peristiwa seperti itu? Jika disuruh memilih kita akan memihak siapa? Tentu tak ada bukan? Si B dan sang paman jelas sama-sama salah. Dan sang paman justru melakukan tindakan yang tidak menyelesaikan masalah. Sementara tentang fitnahan terhadap si A toh tak ada yang perlu dibuktikan, namanya saja fitnah.

Saya justru respek kepada organisasi masyarakat yang mampu mengunjukkan rasanya secara rapi, santun, terorganisir dan masif. Meski tetap saja ada sebagian orang yang akan menyumpahi mereka gara-gara macet sesaat yang diakibatkannya. Namun setidaknya mereka sanggup bertindak. Daripada saya? Cuma bisa mengomel lewat tulisan seperti ini. Atau daripada nila setitik rusak susu sebelanga itu…

Bukan berarti tak boleh marah ataupun murka, tentu saja kita semua marah dan murka atas fitnah itu. Namun alangkah jauh lebih bijak jika segala kemurkaan (jangan sebut mengutuk,ah memangnya kita siapa!) itu kita gelorakan dengan benar. Konteksnya, seperti apa yang paling efektif untuk dilakukan? Apakah melakukan perusakan semacam itu sudah paling tepat untuk dijadikan pilihan? Memang kita geram karena seolah tidak ada seorang pun yang bisa memberi ganjaran agar si pelaku jera. Tidak bahkan seseorang yang memiliki kekuasaan dan kekuatan besar. Tapi apakah tindakan itu sudah paling sesuai untuk kita lakukan? Jangan sampai alih-alih menuai simpati kita malah harus berurusan dengan pihak berwenang.

Sasarannya, apakah relevan kepada mereka? Apakah dengan merusak tempat itu efeknya sungguh akan sampai langsung kepada pelaku? Jangan-jangan justru malah akan semakin menjadi bahan lelucon bagi mereka? Atau jangan-jangan kita malah membuat banyak orang menderita karena kehilangan pekerjaan?

Entahlah. mungkin yang salah adalah perasaan saya semata, mengapa harus selalu terusik ketika menyaksikan berita semacam itu? Atau (sekali lagi) mungkin televisi saya yang error?

9 komentar:

  1. cukup dijadiin tontonan hiburan ga bisa yaaa??? :d

    BalasHapus
  2. itulah lucunya indonesia raya
    sepintas kadang keliatan idealis, tapi kalo dilihat dari lain sisi justru keliatan begonya. keoonan yang paling menonjol adalah dalam hal ketidakkonsistenan. seperti teman yang suka teriak-teriak anti yahudi, tapi teriaknya di pesbuk dan pake mikrosop windos.
    ajaib. tapi itulah kenyataannya...

    BalasHapus
  3. itulah anehnya Indonesia ini. selalu saja gak fokus. urusannya apa, mberesinya apa. yang makan nangka siapa yang kena getah siapa. daaaaaaaan ... jika kita perhatikan, dalam skala kecil pun ini terjadi lho, coba deh lihat ke sekeliling kita :)

    BalasHapus
  4. makanya kl ada yg rusuh anti2an gitu sy suka nyinyir aja liatnya.. gak ada hubungannya sama sekali. malah yg tdnya simpati akan jd antipati sm kita pdhl kita yg di fitnah kan

    BalasHapus
  5. saya rasa mereka yang melakukan pengrusakan tersebut tentu punya alasan kuat mengapa sampai berbuat demikian. Saya tidak membela perlakuaan anarkis, tapi sebenarnya banyak dimensi atau parameter yang harus didikusikan dahulu.

    Pada prinsipnya jangan sampai kita melakukan pengrusakan properti milik orang lain karena akan berdampak serius terhadap masyarakat

    BalasHapus
  6. Sama ... diriku pun terusik. Sebel kan, dunia jadi berpikir, "Oooh orang Islam begitu toh!" Padahal yang mereka pelajari Islam yang mana sih sampai bisa sebegitu anarkisnya? Islam itu kan tidak anarkis. Islam itu rahmatan lil 'alamin.

    BalasHapus
  7. aku pilih diam aja ah daripada ribut2 ya

    BalasHapus
  8. Hihihi aku pilih selow selow aja dah... :P

    BalasHapus