27.10.16

Jangan Iri Dengan Hasil Panen Orang Lain, Memangnya Apa yang Sudah Kau Tanam?

Mungkin pernah tebersit di dalam hati, di saat menyaksikan orang lain memperoleh sesuatu, bukannya ikut senang tapi malah sakit rasanya.


Sebagai penulis, ketika melihat penulis lain berbagi rasa syukur akibat karya-karyanya diakui, misalnya. Maka alih-alih iri, tanyakanlah pada diri sendiri, memangnya apa yang sudah kau tulis? Karya apa yang sudah kau usahakan untuk dapat diakui juga? Tidak ada? Ya, jangan iri. Kalau pun ada, ya tetap jangan iri. Semua orang memiliki jalan rezekinya masing-masing. Tidak akan salah alamat. Maka turut berbahagialah. Doakan agar industri bacaan tetap berkesinambungan, sehingga semua penulis akan senantiasa ada lowongan. Karena naskah akan selamanya diperlukan. Jadi para penulis sebaiknya selalu bergandengan tangan, seiring sejalan. Eh, kok jadi berima xixixi.

24.10.16

Indonesia Sang Mutiara Khatulistiwa



Seringkali, ketika membincang mengenai perjuangan mengalahkan rasa sakit dan membungkusnya dengan kesabaran, kita akan menyebut filosofi kerang mutiara. Tidak berlebihan rasanya analogi tersebut, karena pada kenyataannya proses lahirnya sebutir mutiara memang mewakili kerja keras, kegigihan, sampai akhirnya tiba pada hasil akhir yang bukan hanya berharga namun juga indah.



Saya mengenal mutiara pertama kalinya sejak remaja, sekitar tahun 1990-an. Saat itu saya bersama orang tua menetap di  kota Ambon. Ibu saya, akibat dikompori oleh teman-teman dharma wanitanya, ikut-ikutan tertarik menjadi pearl hunter. Menurut cerita beliau, waktu itu ia membeli mutiara langsung ke rumah-rumah penduduk. Jadi dari kabar yang berembus dari mulut ke mulut bahwa di sini dan di sana ada yang jual mutiara, ibu saya bergerilya mencari mutiara yang disukainya.