26.6.12

Puisi Kehilangan | Risablogedia


Kutitipkan satu pesan kehilangan
Pada satu bintang terang di langit malam
Yang meski tak ditatap ia selalu setia berkilau

Kutitipkan satu pesan kehilangan
Pada rembulan yang berkelana mencari pungguk
Yang meski tak bertemu ia tetap teguh menunggu

Kutitipkan satu pesan kehilangan
Pada riak gelombang yang mencecah pantai
Yang meski tak dinanti ia akan menepi

Kutitipkan satu pesan kehilangan
Pada semesta raya yang bertanda
Pada firasat yang tersirat
Pada mimpi yang berbisik
someday, somewhere, somehow
(sumber gambar : internet)



23.6.12

Review Film 'The Next Three Days'


sumber gambar dari sini

John adalah seorang dosen di sebuah perguruan tinggi. Ia memiliki sebuah keluarga yang boleh dikata ideal. Didampingi oleh seorang istri yang jelita, Lara Brennan juga seorang anak balita yang manis, Luke. Kehidupan mereka digambarkan harmonis dan bahagia. Dikisahkan bahwa Lara adalah seorang wanita bekerja yang acapkali bersitegang dengan atasannya yang juga seorang wanita.

Sebuah rutinitas yang menarik yang berusaha digambarkan kepada penonton adalah setiap pagi Lara selalu memotret kebersamaan mereka bertiga, “Hingga Luke berumur 18 tahun,” ujarnya. Seperti pagi itu, semua berjalan seperti biasa, seperti seharusnya, Lara tengah bersiap-siap bekerja ketika tiba-tiba ia menemukan ada noda darah di punggung mantelnya. Lara diam-diam bergegas menuju wastafel dan buru-buru mencuci sebercak noktah merah tersebut. Belum selesai ia membersihkannya, -- tangannya sedang berusaha mengucek di bawah kucuran keran--, tiba-tiba pintu belakang digedor dengan keras. John membuka pintu dan betapa terkejutnya ia karena yang muncul di pintu adalah kepolisian setempat yang tanpa komando langsung merangsek masuk dengan satu tujuan, menangkap Lara. Atas tuduhan pembunuhan terhadap sang bos! Lara yang sedang sibuk dengan noda darah di bawah kucuran keran tentu saja mati kutu tertangkap tangan dengan barang bukti seperti itu…

sumber gambar di sini
Cerita berlanjut dengan penggambaran yang sangat kentara dan terasa, betapa John sangat terluka sama besar seperti Lara, mengingat mereka adalah keluarga yang sangat dekat dan saling menyayangi satu sama lain. Terlebih lagi sejak Lara ditahan di penjara Luke tak pernah lagi mengeluarkan sepatah kata untuk berbicara pada Lara, apalagi mencium Lara, sang ibu, ketika ia dibawa berkunjung ke penjara.

Pesan yang ingin disampaikan dari film ini intinya adalah soal kepercayaan dan kesetiaan. Betapa John sebagai seorang suami, sangat memercayai istrinya tanpa keraguan sedikitpun. Ia bahkan tak pernah sekali pun menanyakan, mengkonfirmasi kepada Lara apakah ia benar telah membunuh seperti yang dituduhkan. Dan selama sang istri di penjara John tetap setia pada istrinya meskipun  ‘ujian kecil’ datang melanda ketika ia berkenalan dengan seorang single mom cantik jelita di taman bermain.

Kelebihan film ini sehingga membuat saya tertarik mereview bukan hanya pada tema inti tadi namun lebih dari itu ada ketegangan yang sangat mengasyikkan dari usaha John untuk membebaskan sang istri dengan cara yang melanggar hukum. Ya, kabur dari penjara! Karena dengan semua tuduhan, saksi dan bukti seolah tak ada celah bagi Lara untuk bebas. Sementara John meyakini bahwa sang istri tak melakukannya dan tentunya sebagai pemimpin yang sangat mencintai keluarganya ia tak ingin keluarganya berakhir seperti itu. Maka tak ada jalan lain ia terpaksa mencari cara agar bisa membawa kabur Lara dari penjara.

Nah, disinilah thriller dari film ini yang sangat menarik diikuti hingga durasi waktu terakhir. Betapa John membuat perencanaan yang sangat sempurna untuk pelarian tersebut. Menghubungi seorang mantan narapidana yang pernah berhasil kabur tujuh kali dari penjara untuk menyerap ilmunya. Mempelajari cara membuat kunci pembobol segala pintu ‘fat key’ dari youtube … yup youtube! Mengurusi dokumen aspal berupa passport, SIM serta nomor jaminan sosial secara illegal. Hingga mengobrak-abrik sarang mafia narkoba demi mendapatkan uang untuk bekal pelariannya.

Singkat cerita dengan segala pengamatannya, kesabarannya, dan kecerdikannya, John berhasil membawa kabur Lara dari penjara. Seperti kata sang mantan napi, kabur dari penjara itu ‘mudah’ tapi  bertahan agar tak tertangkap setelah kabur itu yang sulit. John hanya memiliki waktu 35 menit sebelum semua pintu keluar dari negerinya diblokir oleh polisi. Dalam keheningan, tanpa dialog, hanya soundtrack dan suara dari penunjuk arah otomatis di dalam mobil, John dan Lara bergegas menjemput Luke yang saat itu tengah menghadiri pesta ulang tahun kawannya di kebun binatang.

Sementara batas waktu aman dari 35 menit tersisa tinggal beberapa menit saja. Ketika sampai di tikungan terakhir sebelum kebun binatang, John malah membanting setir ke arah lain, alih-alih menjemput Luke di sana. Kaget, Lara tak mengerti mengapa John tidak jadi menuju kebun binatang. John meminta agar Lara mempercayainya dan mereka akan menemukan cara lain untuk membawa Luke. Ada nomor telepon orangtuanya di saku jaket Luke. Ia akan diantarkan ke sana, sementara ini yang penting adalah bagaimana mereka bisa berhasil melarikan diri dulu. Lara shock. Tak terbayang baginya meninggalkan putranya begitu saja.

Dan sebuah keputusan dramatis mengiringi keputusasaannya, Lara membuka pintu mobil dan bermaksud membuang diri dari sana. Baginya lebih baik mati daripada berpisah dari anaknya. Adegan yang sangat menegangkan ketika John berhasil menarik lengan Lara tepat sebelum ia jatuh dan membuat mobil mereka berputar tak terkendali di atas jalanan bahkan nyaris tertabrak truk kontainer!

Penasaran dengan ending film ini? Segera temukan selengkapnya dalam ‘The Next Three Days’. Film keluaran tahun 2010 yang berdurasi sekitar 2 jam dan dibintang-utamai oleh Russel Crowe (John) dan Elizabeth Banks (Lara). Selamat menonton J

18.6.12

Puisi : Warisan Ibu


Anakku,
Ibu punya satu warisan untukmu
Bukan intan, berlian atau pun zamrud
Namun dengannya [Insha Allah] dunia kan ada dalam genggammu

Anakku,
Warisan Ibu ini tak kasatmata
Sebuah mesin konversi paling mutakhir di alam semesta
Yang sanggup mengubah tangis menjadi senyum manis
Yang sanggup mengubah duka lara menjadi gelak tawa
Yang sanggup mengubah lonely-feeling menjadi lone-ranger
Yang sanggup mengubah galau menjadi kilau

Anakku,
Kelak jika hendak kau gunakan warisan Ibu ini
Jangan kau lupakan kedua kata kunci
Sabar…
Syukur…
Maka ianya akan membawamu taklukkan yang fana


Dedicated to my beautiful princess, Taris and my prince charming, Yusuf


note : gambar diperoleh dari sini

14.6.12

Flu Singapura : Menurut Catatan Seorang Ibu

“Gatal lidahku, Ummi!” gerutunya ketika mengunyah makan siangnya. Aku menatapnya putus asa. Lalu kuminta ia membuka mulut untuk mengecek lidahnya. Semua tampak baik-baik saja, tidak ada yang berbeda, normal. Aku menghela napas. Di antara sekian banyak alasannya malas makan hal tersebut, lidah gatal, adalah alasan paling baru yang pernah diutarakannya. Dan tentu saja aku tak bisa merasakan benar tidaknya. Biasanya ia menyebut sakit perut atau apalah ketika sudah merasa kenyang meskipun baru sedikit makanan yang masuk.

Satu hari, dua hari, kejadian ini masih berlangsung pada beberapa kesempatan makan. Hingga di hari ketiga, siang itu lagi-lagi ia mengeluhkan lidahnya gatal setelah beberapa suap makanan masuk ke mulutnya. Karena merasa, antara gemas dan penasaran ada apakah sebenarnya, kali ini aku memeriksa rongga mulutnya dengan lebih saksama. Dan betapa kagetnya ketika kudapati langit-langit rongga mulutnya penuh dengan ruam-ruam kemerahan! Sungguh, selama lebih dari satu dekade aku mengasuh anak baru pernah aku mendapati kasus seperti ini. Panik? Tentu saja. Penyakit apakah gerangan yang menghinggapi putraku yang belum genap berumur 6 tahun ini? Aku ingin menduga sariawan, tapi biasanya sariawan tak seperti itu….

Akhirnya sore harinya kubawa ia langsung ke dokter spA langganan kami. Menurut dokter yang telah bertitel profesor tersebut, ruam-ruam itu adalah akibat infeksi radang yang meluas. Masuk akal, mengingat selama satu minggu anakku memang sedang batuk pilek. Tadinya aku ‘senang’ karena batuk pileknya selama seminggu itu tanpa disertai demam. Sebuah prestasi, karena biasanya ia batuk pilek pasti plus demam. Eh, tapi ternyata demamnya tak muncul malah berganti ruam-ruam di rongga mulut seperti itu, yang mana malah lebih menyeramkan tentunya.

Sembari meresepkan obat dan mengajariku cara penggunaannya, sang prof menasehatiku dengan nasehat paten khas beliau. Melarang anakku makan : nugget, sosis, snack ringan full MSG, minuman manis murmer favorit anak-anak dan sebangsanya. Kemudian memberitahuku bahwa yang masih dalam lingkup aman dikonsumsi agar anakku cepat sembuh adalah roti, biscuit dan susu (bukan yang dalam kemasan kotak UHT). Setiap kali anakku sakit dan kubawa ke sana selalu seperti itu nasehatnya, sampai hapal aku dengan segala petuah sang prof itu.

Lalu di akhir semua nasehatnya, sang prof sempat mengutarakan kekhawatirannya, “Hati-hati dengan penyakit KTM.”
“KTM? Penyakit apa itu, Dok?” tanyaku benar-benar tak mengerti.
“Kaki Tangan Mulut. Atau orang biasa menyebutnya Flu Singapura.”

***

Esok harinya, ketika kuperiksa rongga mulutnya, ia mengeluhkan tangannya sakit. Katanya susah kalau hendak memegang apa-apa. Lalu kuperiksa memangnya ada apa di tangannya? Dan ternyata, kutemukan ruam-ruam seperti yang ada dalam rongga mulut itu di sana! Lemas rasanya hatiku. Aku langsung teringat dengan kata-kata sang prof kemarin. KTM. Buru-buru ku-browsing tentang penyakit tersebut. Dan dari beberapa situs yang kubaca (salah satunya ini : http://id.wikipedia.org/wiki/Flu_Singapura) dengan sangat sedih aku berani menyatakan anakku telah terkena penyakit itu, KTM, Flu Singapura.

Setiap kali anakku sakit sering aku merasa gagal sebagai seorang ibu. Gagal menjaga. Apalagi kali ini penyakitnya cukup serius. Aku hanya bisa berdoa semoga virus yang menjangkiti anakku ini bukan versi ganasnya. Aku berpikir untuk kembali ke dokter itu lagi tapi aku takut anakku malah diterapi dengan obat kimia yang macam-macam. Akhirnya aku putuskan untuk melawan virus tersebut dengan meningkatkan daya tahan tubuh anakku ke level maksimal. Karena setahuku virus adalah soal kekebalan tubuh. Dan seperti yang tertera di situs-situs yang kubaca penyakit ini termasuk penyakit-yang-akan-sembuh-sendiri. Insya Allah.

Jadi, kuterapilah anakku ini dengan madu (aku pakai merek Al-Bayan, ini bukan iklan tapi semata karena merk itu mudah diperoleh di apotik mana saja hehe), habbats oil, vermint, zinc (resep dokter), nymiko (obat sariawan resep dokter) dan imboost force. Sembari tentunya pasrah padaNya Yang Maha Menyembuhkan.

Alhamdulillah, ketika catatan ini kubuat, ia sudah benar-benar pulih. Tapi meski begitu aku masih meliburkannya dari sekolah karena aku tak ingin kawan-kawannya terkena juga. Padahal minggu ini adalah minggu terakhirnya di Taman Kanak-kanak. Tapi tak mengapalah daripada menulari anak-anak lain, ya kan?


Siapa tahu ada blogger dokter yang sempat membaca catatan saya ini, just in case ada pemahaman saya yang keliru mohon koreksinya J



9.6.12

Dapur : Beberapa Kecelakaan Kecil Yang Mungkin Terjadi


(sumber gambar : google)

Apakah di antara kawan ada yang berprofesi ibu rumah tangga yang gemar memasak? Berarti sering ke dapur, kan? Well, sebenarnya yang bukan IRT bahkan seorang lelaki pun takkan pernah luput dari kegiatan di dapur. Right? Memasak, menyeduh teh/kopi, mencari sesuatu untuk dimakan atau bahkan sekadar mengicip-icip … dapurlah tempatnya.

Sebagai tempat yang cukup krusial, dapur pun tak urung dari kecelakaan-kecelakaan yang mengintai kita setiap saat, lho. Tidak percaya? Berikut ini akan saya beberkan beberapa kecelakaan kecil yang memungkinkan terjadi di tempat paling produktif dan kreatif di rumah tersebut :

  • Teriris pisau

Ouuch! Kawan pernah mengalami? Terbayang kan rasanya ketika secara tak sengaja jari kita teriris pisau saat mengupas bawang misalnya. Apalagi pas masak kita sambil bbm-an, sms-an, twitter-an, facebook-an, hmmm …
Apa yang biasa kawan lakukan ketika terjadi kecelakaan kecil seperti itu? Kalau saya biasanya mengolesi luka dengan madu. Tipikal saya, sedikit-sedikit madu, apa-apa madu … Kalau masih belum puas, baru ambil betadine dan setelah itu jangan lupa memplester luka agar kegiatan bisa kembali dilanjutkan. Dan lain kali berhati-hatilah ketika beraktivitas dengan benda semacam pisau. Put your gadget out of the kitchen and concentrate!

  • Tepercik minyak panas

Ouuchh! Kawan pernah mengalami? Sama seperti teriris pisau, rasanya tentu sakit jugalah. Mau tahu bagaimana pertolongan pertama saya terhadap insiden semacam ini? Yup, back to you, honey! Olesi madu. Atau bisa juga dengan membasuh area yang terkena panas di aliran air keran. Agar suhunya segera normal kemudian lekaslah oleskan madu alih-alih odol atau yang lainnya, sebagai pertolongan pertama.

  • Salah racik/masakan gosong

Kemanisan, keasinan, kegaringan alias gosong. Berapa kali kawan sering mengalami ini? Apalagi kalau masak sambil ngobrol di telepon atau (lagi) bbm-an, sms-an, twitter-an, facebook-an. Hmmm… untuk yang satu ini solusi saya kembali ke poin pertama, put your gadget out of the kitchen, please!

  • Memecahkan barang

Tentunya dalam konteks tak sengaja, bukan yang sengaja (emang ada? entahlah?). Jika terjadi hal seperti itu biasanya saya akan langsung berteriak begini, “JANGAN BERGERAK!” kepada seluruh penghuni rumah. Takutnya pecahan kaca yang menyebar terinjak dan melukai salah seorang dari mereka. Setelah memastikan situasi aman, saya akan segera mengambil sapu, kantong plastik dan sehelai kain. Jangan lupa kain yang telah dipakai untuk mengelap lantai pasca terjadinya perpecahan barang ;p harap dibuang ya!

Demikian beberapa ulasan singkat saya tentang dapur dan beberapa kecelakaan kecil yang mungkin terjadi di sana. Mungkin kawan punya pengamatan lain dan ingin menambahkan?


6.6.12

Lomba Resensi Novel Republika 2012 | Risablogedia


Tulisan saya tampil di ROL, Republika OnLine! Seperti itulah kesenangan tertinggi yang saya rasakan atas sebuah resensi yang baru-baru ini saya buat. Menembus ‘begitu saja’, secara sukarela, di salah satu media prestisius. Juga berkesempatan merasakan sensasi ketika url tulisan tersebut muncul di TL akun twitter ROL.
Sejenak kemudian, seperti biasanya, saya pun melakukan aksi norak ala saya ketika diliputi perasaan senang, men-share link tersebut di akun-akun media sosial saya sembari tak lupa mentag beberapa orang teman yang memang selalu menjadi target tag saya. Karena saya tahu bahwa mereka-mereka itu takkan keberatan kalau saya tag, hehehe.

Okey… lagi-lagi sebuah pengakuan. Tulisan saya yang berupa resensi itu, bisa muncul di ROL bukan karena sangat bagus sekali sehingga pihak Republika tertarik menampilkannya. Tapi tulisan itu muncul di sana karena saya mengikuti lomba. He he he. Dan salah satu apresiasi dari penyelenggara lomba tersebut adalah seluruh karya dari peserta akan ditampilkan di ROL tertanggal 3 Juni 2012 di rubrik “senggang”.
Berikut ini saya sertakan link saya. Jika kawan ada waktu lebih … please give me a click J


Dibandingkan dengan peserta lain, jujur saja, jumlah viewer saya masih  sangat rendah. Padahal  jumlah viewer menempati porsi 30% penilaian. Jadi kalau kawan menyempatkan diri membaca link tadi berarti you help me one vote and I am very appreciate and thankful for that.
Sekilas cerita tentang resensi saya itu. Tanpa adanya lomba ini sebenarnya saya memang sudah berniat membuat resensi buku Lontara Rindu. Alasannya sebenarnya pribadi, karena sang penulis adalah guru dari putri sulung saya. Saya senang mendapati kenyataan bahwa salah satu orang yang sering ‘berkeliaran’ di sekitar saya, yang hampir setiap hari saya bisa saja bertemu, adalah seorang penulis hebat. Mengabaikan kenyataan bahwa beliau menghadiahi saya buku tersebut, tetap saja saya akan membuat resensi dengan seobjektif mungkin.

Bahkan dengan adanya info mengenai lomba ini, saya tetap tidak terlalu serius berminat mengikutinya. Tadinya. Buktinya, saya tidak grasa-grusu mencari tahu syaratnya, caranya, dan yang terpenting, deadline-nya. Apalagi bulan Mei saya benar-benar sedang kehilangan passion menulis. Jadi entah kenapa tiba-tiba hari itu, tanggal 31 Mei, saya sangat ingin menulis resensi Lontara Rindu ini. Maka menulislah saya. Setelah selesai saya berniat untuk mempostingnya di blog dan mendedikasikannya untuk pak guru. Then I connected to the internet. Sebelum posting saya iseng mencari berita soal lomba resensi Republika itu. Dan betapa kagetnya saya, deadline-nya ternyata tepat hari itu, 31 Mei itu! Maka kalang kabutlah saya. Waduh nggak jadi dipost di blog kalau begitu, karena syaratnya lewat email langsung ke republika. Well, jadi ya begitulah ceritanya ………… (ada yang tertidur baca dongeng saya ini?)

Dan ternyata viewernya masih sedikit dibandingkan yang lain. Kenapa ya? batin saya. Mungkin karena judulnya kelewat(an) aneh ;p Mungkin karena gaya meresensi saya yang terlalu terbuka, hampir semua inti cerita dikupas. Mungkin karena kepanjangan :D Mungkin karena tidak mengikuti pattern lazim sebuah resensi. ENTAHLAH …

Yang jelas viewer masih sedikit, padahal nilainya 30%. Tebersit di pikiran saya, bagaimana kalau saya online sepuluh menit per hari lalu mengkhususkan diri untuk mengklik-mengklik  terus link tulisan saya hingga mencapai angka ribuan viewer misalnya *ha ha ha tanduk muncul di kepala* Emang ini kontes idol apa? Eh, tapi serius lho, menurut kawan gimana? Should I do that or not?

However, soal rezeki, maksud saya soal siapapun yang akan jadi pemenangnya nanti, pada dasarnya semua sudah ada dalam catatanNya. Dan soal bagus tidaknya karya saya itu, itu juga relatif. Selera orang berbeda-beda. Tapi toh saya tetap akan berusaha melakukan apa yang saya bisa untuk mencari dukungan. Keep on fighting till the last second of the appraisal, right? … hehehe.

Jadi, kawan udah nge-klik berapa kali? #Eh … ;p

1.6.12

Proses Kelahiran Kucing | Risablogedia


Saya pernah menyaksikan kelahiran bayi kucing. Okey, tidak benar-benar pas kucing itu lahir sih, tapi tepatnya beberapa detik setelah bayi kucing itu keluar dari rahim induknya. Masih belepotan darah. Masih belum bernapas dengan baik. Saya menyaksikan si induk kucing tampak sibuk dan sangat berupaya keras untuk membersihkan sisa darah sembari berseru, – andai ia bicara bahasa manusia – “C’mon, baby … breath … breath!” Begitu. Kemudian, bernapaslah ia dengan baik. Dan mengeong lemah. Aihh, I’m officially an aunty cat, I guess :D



Setelah itu saya sedikit menyesal, kenapa saya tidak datang tepat sewaktu si bayi kucing keluar dari jalan lahir induknya? Padahal hal itulah yang sangat ingin saya lihat. Menyaksikan kelahiran (berhubung tak mungkin saya menyaksikan diri saya sendiri ketika melahirkan dulu, kan?).

Kemudian kembali saya memerhatikan si induk kucing. Eh, dia masih tampak kesakitan. Tidak teriak-teriak macam saya dulu sih (ini apa sih kok membandingkan manusia dengan kucing!) tapi dari ekspresi wajah kekucingannya (hmmm) beliau (c’mon!) tampak demikian nelangsa. Kayak sakiiittt banget. Matanya nyaris selalu terpejam menahan kepayahan. Saya perhatikan perutnya. Tampaknya masih besar. Wah, masih ada harapan bisa menyaksikan kelahiran nih, pikir saya. Maka saya pun stay di dekatnya sambil tangan siap dengan kamera. Semenit … dua menit … sepuluh menit … lima belas menit … bahkan saya sempat menyodok-nyodok perut si induk kucing dengan jari, kok belum ada tanda-tanda mau melahirkan lagi ya? Tapi saya perhatikan jalan lahirnya beberapa kali masih tampak mengucurkan darah segar. Dan si induk kucing ini sudah sangat gelisah, persis kayak orang sedang kontraksi, bolak-balik cari posisi ke sana kesini tidak ada yang nyaman. Bedanya, tiap kali ada darah mengucur tiap kali itu pula si induk kucing menjilatinya sampai bersih. Itulah makanya jangan heran, ketika kucing melahirkan tempatnya tidak akan kotor karena semua darahnya akan langsung ‘dibereskan’ sang induk itu sendiri.


Setelah hampir setengah jam, akhirnya …. keluar sesuatu dari jalan lahir itu! Warnanya pink dan berkerut-kerut, bukan bayi kucing! Saya terpana sampai lupa merekam. Begitu sadar beberapa detik sesudahnya baru kamera on (saya ingin mengupload videonya tapi kok tidak berhasil ya?). Lalu tak lama kemudian si induk mengangkat kepala dan hap! Ia memakan sesuatu itu! Lalu kriet, kriet, kriet! Ia mengunyahnya! Lalu glek! Ia menelannya! OMG!

Oalah … rupanya plasenta kucing tadi itu! Maka bersamaan dengan itu terlepaslah saluran penghubung antara si bayi kucing dengan plasentanya. No scissor, no knife, just some sharp teeth!

Berhubung saya pernah menyaksikan tayangan yang menjelaskan bahwa plasenta kucing memang akan dimakan oleh sang induk dengan tujuan menumbuhkan ikatan kasih si induk terhadap anaknya, begitu kata penelitian, maka saya tidak terlalu heran dengan perilaku si kucing. Cuma kaget saja tadi … ooohhh rupanya itu toh plasenta, maklum selama ini tak pernah lihat plasenta sih hehehe.

Saya masih berharap akan melihat kelahiran bayi kucing lagi setelah keluarnya plasenta itu. Tapi sepertinya harapan saya tidak terkabul. Karena setelah itu, si induk kucing bangun dan pergi mencari air minum. Yaaahhh …. Pertunjukan telah berakhir rupanya. Tapi tak apalah … saya sudah cukup puas bisa menyaksikan sendiri momen langka seperti itu  dan membagi kisah ini dengan kawan semua.

Oh iya, satu hal lagi yang saya saksikan dari momen berharga saat itu adalah tentang IMD, Inisiasi Menyusui Dini. Pada bayi kucing hal tersebut berlaku pula. Ketika si bayi kucing masih dalam proses dibersihkan oleh sang induk, secara naluri makhluk kecil yang lemah itu sudah langsung mengendus-endus di sekitar tubuh induknya, mencari tempat ASIK, Air Susu Induk Kucing. Dan si induk juga tak berupaya, semisal menggendong si bayi agar segera menemukannya atau semacamnya atau memberinya sufor mungkin #halah, tapi ia dengan ‘tega’ membiarkannya mencari sendiri. Dan akhirnya memang dapat sih … IMD J

Well, subhanallah … betapa Sang Khalik telah menciptakan seluruh makhlukNya lengkap dengan ‘manual book’nya. Sudah include semuanya … hingga naluri kucing pun tercipta sepaket dengan si kucing. Makanya tak pernah ada terdengar RSBK, Rumah Sakit Bersalin Kucing -___-“”

Hanya saja, sayang sungguh sayang, cerita ini tak berakhir bahagia. Karena ketika sore hari menjelang, beberapa jam setelah si bayi kucing lahir, datanglah seekor kucing jantan. Tadinya saya pikir bapak si bayi kucing yang hendak datang menjenguk. Yah terserah lah, pikir saya. Saya juga tak ingin terlalu memikirkan kucing-kucing itu karena si induk kucing sebenarnya juga bukan kucing adopsi resmi saya. Ia hanya seekor kucing penghuni halaman belakang saya saja. Jadi saya membiarkan saja ketiga kucing itu bertemu.
So sweet … baru saja saya berpikir seperti itu ketika tiba-tiba saya mendengar si induk kucing menggeram-geram marah. Lalu saya buru-buru ke halaman belakang untuk mengecek. Dan kawan tahu apa, si bayi kucing lenyap! Dan si kucing jantan ngacir pergi. Hingga saat saya menulis postingan ini tidak pernah lagi ada tanda-tanda keberadaan si bayi kucing itu. Entahlah apa yang sebenarnya terjadi, hanya Tuhan dan kucing-kucing itu yang tahu….