Perkembangan era digital telah dimulai
sejak lama. Sejak terjadinya perubahan besar-besaran, sekitar tahun 1980, revolusi
digital dari teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital
(sumber : Wikipedia). Perubahan revolusioner yang kemudian arahnya mengerucut
kepada perkembangan teknologi informasi ini hingga sekarang masih terus
berlangsung. Semakin pesat dan semakin melesat bak ngebutnya sebuah mobil balap
F1 yang baru melewati start line di
sirkuit. Barang siapa yang tidak menyesuaikan sudah tentu akan jauh
ketinggalan.
Analog ---> Digital (sumber gambar : wikipedia) |
Pun demikian dengan kaum hawa. Apapun
profesi yang disandingnya bila seorang wanita tak up-to-date dalam dunia digital maka sedikit banyak akan ketinggalan
informasi. Sebagai seorang ibu rumahan, saya pribadi merasakan hal tersebut.
Tanpa koneksi internet sehari saja misalnya rasanya ada yang kurang. Apalagi
saya gemar menulis dan tengah terlibat aktif dalam sebuah grup kepenulisan.
Bukan hanya itu, dengan adanya perkembangan teknologi digital yang bernama
internet, begitu banyak kemudahan yang secara pribadi saya rasakan sendiri.
Sebagai contoh, untuk memperdalam bekal mengenai tips parenting, internet tentu saja sangat membantu proses itu. Dengan hanya
berbekal mesin pencari, nyaris semua informasi yang saya butuhkan tentang cara
terbaik dalam hal pengasuhan anak bisa saya dapatkan tanpa perlu keluar
sejengkal pun dari rumah.
Apalagi dengan adanya teknologi telekomunikasi
yang juga semakin canggih dalam mengakomodir laju pertumbuhan era digital ini.
Hadirnya ponsel-ponsel pintar, dengan aneka ragam bentuk, ukuran dan kegunaan.
Semakin memudahkan kami, kaum wanita untuk semakin berkilau.
Namun bukan berarti dengan
berkembangnya era digital lantas wanita harus kehilangan jati diri pribadinya.
Ada tren baru di sana, ikut. Ada tren baru di sini, ikut. Bukankah sebuah
kalimat bijak justru berkata, jika kita selalu mengikuti tren maka kita justru
akan selalu tertinggal? Maka bagi saya apapun istilahnya dan dimana pun saya
berada, saya akan selalu memilih untuk menjadi diri sendiri. Sehingga secanggih
apapun perkembangan fashion, make-up, aksesoris, dan sebagainya di belahan dunia lain, yang
tentu akan dengan mudah saya akses sekarang ini melalui media digital, tak akan
mengubah diri saya. Saya tetaplah saya. Insha
Allah.
Teknologi, secanggih apapun, akan
selalu memiliki dua sisi. Satu bersayap dan lainnya bertanduk. Positif dan negatif.
Telah banyak kita mendengar berita-berita tak sedap sehubungan dengan pesatnya
perkembangan era digital ini. Lahirnya jejaring sosial sedikit banyak mengambil
peranan dalam pergeseran tatanan gaya hidup para wanita jaman sekarang. Pertemuan
kembali dengan orang-orang dari masa lalu, tidak selalu berdampak baik. Terkadang
alih-alih menyambung tali silaturahim, bagi sebagian orang adanya jejaring
sosial justru berakibat buruk. Perselingkuhan hingga perceraian jamak kita
dengar terjadi akibat terbukanya komunikasi di era digital dewasa ini. Bagaimana
seharusnya kita menyikapinya? Tentu pada akhirnya berpulang pada diri sendiri. Karena
sesungguhnya ada atau tidaknya jejaring sosial, pesat atau tidaknya
perkembangan teknologi digital yang semakin memudahkan kehidupan, kesetiaan dan
komitmen kepada pasangan selalu berpulang kepada pilihan masing-masing orang
untuk menyikapinya.
Ketika segalanya kembali kepada filter
masing-masing diri maka boleh dikata pada akhirnya tergantung kepada seberapa kuat
kita membentengi diri kita dengan prinsip hidup yang baik. Apakah hanya
gara-gara perkembangan era digital ini menjadikan nilai-nilai suci yang telah
kita pegang teguh menjadi luntur? Tentu tidak. Jaman boleh berkembang, mencelat
secepat yang ia bisa namun kaidah kebaikan tetap harus digenggam erat. Meski
ianya terasa panas layaknya bara api.
Tulisan
ini diikutsertakan dalam kontes Fastron Blogging Challenge.