26.9.12

Bisa Baca atau Cinta Baca, Pilih Mana?


Seringkali terjadi dalam sebuah penerimaan murid baru sekolah dasar, kemampuan membaca menjadi salah satu syarat wajibnya. Entah di sekolah-sekolah negeri, yang jelas di sekolah swasta hal ini sudah menjadi semacam ‘kemakluman’. Saya jadi terkenang dengan masa kecil saya dulu. Kebetulan saya tidak termasuk anak yang berkesempatan mengenyam bangku taman kanak-kanak. Jadi pendidikan formal pertama saya adalah langsung sekolah dasar. Yang berarti ketika itu saya masih buta aksara sama sekali. Mengingat zaman saya kecil dahulu tidak seperti sekarang di mana aneka metode yang ditawarkan bagi para orang tua untuk membuat anak mampu cepat membaca sedari dini menjadi semacam tren.

Saya tidak mempunyai dasar ilmu psikologi atau apa pun untuk membantah keberadaan metode-metode cepat membaca seperti itu. Selama satu hal penting ini tetap diperhatikan yaitu sang anak tidak berkeberatan untuk belajar membaca sejak dini, katakanlah sejak umur tiga tahun, tentu hal itu tidak menjadi masalah. Asal bukan demi ambisi orang tua saja sehingga anak-anak terpaksa harus belajar membaca terlalu cepat.

Toh akhirnya saya bisa membaca juga. Saya tidak ingat kapan tepatnya saya bisa membaca. Saya juga kesulitan mengenang siapakah gerangan guru saya yang telah berhasil menjadikan saya bisa membaca. Terlepas dari itu semua, satu-satunya hal yang melekat erat dalam memori saya terkait pelajaran membaca adalah sebaris kata yang berbunyi “INI BUDI”. Kalimat sederhana itu menjadi semacam kata ajaib yang menjadi kunci bagi saya untuk memasuki dunia huruf. Mengagumkan. Meski sekarang terkadang saya jadi geli sendiri jika memikirkan siapakah sesungguhnya Budi dan keluarganya ini sehingga dipilih menjadi kata kunci ajaib pelajaran pertama membaca ketika itu?

selera saya membaca novel kira-kira nurun tidak ya ke anak-anak?
Lalu mengapa di masa kini sepertinya semua orang begitu terburu-buru menginginkan anaknya bisa membaca? Sekali lagi, jika sang anak sendiri tak berkeberatan dan memang mampu dan mau, tentu itu bukan masalah. Yang menjadi persoalan adalah ketika sang anak tidak mau tapi orang tuanya memaksa. Jangan sampai jika kita melakukan hal seperti itu kelak justru akan berdampak buruk dan menjadi bumerang bagi anak-anak kita. Lagipula apa sesungguhnya motif dan tujuan kita menginginkan anak-anak lekas bisa membaca?

Bagi saya pribadi, lebih baik anak saya cinta membaca ketimbang sekadar bisa membaca. Karena terdapat perbedaan makna yang sangat besar di antara kedua frase kata tersebut. Bisa membaca dan cinta membaca. Jangan sampai seorang anak bisa membaca akan tetapi ia tidak cinta membaca sehingga membaca menjadi hanya sekadar formalitas belaka. Itu yang berbahaya. Cinta membaca, menurut pendapat saya efeknya lebih abadi, yang berarti berlaku untuk jangka panjang. Karena dengan cinta membaca anak-anak akan mencintai bacaan yang berarti dalam perjalanannya mereka akan selalu mencari sumber bacaan, buku salah satunya. Dan karena buku adalah jembatan ilmu maka cinta membaca sudah dipastikan akan menjadi bekal yang bermanfaat bagi anak-anak kita.

Pertanyaannya kini bagaimanakah membuat anak cinta membaca? Entahlah. Berbeda halnya dengan cara membuat anak bisa membaca, saya tidak berani mengklaim bahwa saya mempunyai teori khusus untuk membentuk anak yang cinta membaca. Namun, saya mempunyai sedikit tips berdasarkan pengalaman saya dengan kedua buah hati saya. Bukan berarti saya merasa telah berhasil membuat mereka cinta membaca, tidak. Saya pun masih berusaha. Still on progress. Seiring sejalan dengan pepatah bijak yang berkata “Tuntutlah ilmu semenjak dari buaian hingga ke liang lahat”, yang berarti mendidik anak agar cinta membaca pun adalah pekerjaan seumur hidup.

  1. Perkenalkanlah bacaan kepada anak bahkan sejak mereka dalam kandungan      Selain kitab suci, ambillah surat kabar, buku-buku bahkan jurnal politik, kedokteran atau apa saja dan bacakan itu kepada janin sembari meniatkan bahwa hal itu adalah sebuah tabungan kebaikan yang kita pupuk untuk bekal masa depannya kelak.
  2. Kenalkanlah buku sedari dini kepada anak-anak                                                        Tak perlu khawatir buku itu akan mudah rusak karena eksplorasi mereka. Ketika kita mengenalkan buku, jelaskanlah bahwa kertas itu mudah robek dan buku itu adalah untuk dibaca bukan untuk yang lain. Lagipula zaman sekarang bahkan ada buku berbentuk bantal yang anti robek. Namun bukan itu intinya. Intinya adalah anak mengenal buku. Itu yang paling utama.
  3. Jadikanlah membaca buku sebagai ritual pengantar tidur                                              Sejak anak pertama, saya telah menerapkan kebiasaan ini. Meski saya lelah dan mengantuk akibat aktivitas sehari-hari sekalipun, membacakan cerita dari buku adalah hal wajib selain berdoa yang harus dilakukan untuk anak-anak. Terutama sebelum mereka bisa membaca sendiri. Selain menumbuhkan ikatan batin yang harmonis dengan anak tentu saja hal ini bertujuan menumbuhkan kecintaan mereka pada buku. Apalagi jika cara kita membacakan cerita dibuat semenarik mungkin. Dijamin anak-anak pasti akan suka.
  4. Siapkanlah anggaran khusus untuk buku                                                                        Secara rutin setidaknya sebulan sekali ajaklah anak-anak ke toko buku dan biarkan mereka memilih sendiri buku favoritnya. Atau apapun yang perlu dilakukan sehingga anak-anak secara berkala mendapatkan sumber bacaan baru. Bahkan satu hal yang kadang saya lakukan adalah menuliskan cerita ala saya khusus untuk mereka.
  5. Jadikanlah buku sebagai pusat perhatian di dalam rumah                                Usahakanlah, sesederhana apapun itu, adakanlah semacam perpustakaan pribadi yang keberadaannya menjadi pusat perhatian. Book as the center of the house. Bahkan saya sengaja menempatkan rak buku saya di ruang tamu agar dari sudut manapun buku akan selalu menjadi pemandangan utama bagi anak-anak (selain karena memang rumah saya mungil hehehe)
  6. Jadilah teladan yang sama mencintai buku                                                                      Meski mungkin kita sebenarnya tak terlalu suka membaca, setidaknya sesekali biarkanlah anak-anak menyaksikan kita memegang buku atau koran atau apa saja sumber bacaan. Namun berhati-hatilah dengan sumber bacaan yang berasal dari gadget karena entah kenapa gadget di mata anak-anak identik dengan hiburan. Jangan sampai mereka salah paham, dikiranya kita asyik main game atau sekadar fesbukan mungkin, padahal sebenarnya kita sedang membaca, meriset atau bahkan membuat tulisan seperti yang sering dikira anak-anak saya terhadap saya.

perpustakaan sederhana kami

Keenam poin yang saya beberkan di atas tentu bukanlah sebuah harga mati. Setiap orangtua pastinya memiliki formula khusus yang diterapkan pada masing-masing buah hatinya. Apalagi setiap anak adalah unik. Apapun itu semoga semua anak-anak di manapun berada akan bertumbuh menjadi sosok yang cinta baca sehingga mampu mengisi dunia ini dengan segala kebaikan.

9 komentar:

  1. koleksi twilight juga ya :) semoga menurun ya minat bacanya sama anak2. kalau dulu sih memang gitu ya masuk SD belum bisa baca ,sekarang keteter kalau belum bisa baca

    BalasHapus
  2. kalo saya pengen anak saya nanti bisa baca dan mencintai membaca

    tapi kalo kepada anak anak tentunya diperkenalkan pada bacaan khusus anak anak

    masa kecil saya dulu senang baca majalah bobo

    BalasHapus
  3. Senada dengan mbak Lidya...koleksi Twilight-nya lengkap...mauuuu

    Saya juga lupa Mbak, siapa guru yg berperan membuat saya bisa membaca. Tapi saya ingat br bisa membaca saat kelas 2 Sd..karena pas naik kelas itu saya msh belum bisa baca. Keren kan..naik kelas tapi blm bisa baca.

    Hobi membaca memang tdk bisa di diktekan..kita hanya bisa membiasakan dan selanjutnya kembali pada di anak. Saya mencoba utk mengajari keponakan suka membaca tapi sampai sekarang belum ada yg hobi membaca spt saya...padahal level hobi membaca saya sendiri parah [kurang dr standar kayaknya]

    Pengennya kelak jika punya anak sendiri, mereka juga suka membaca buku dan sekitarnya

    BalasHapus
  4. aku malah menanamkan suka nulis ke anak
    asumsiku yg gemar nulis pasti mau banyak baca
    tapi belum tentu sebaliknya

    BalasHapus
  5. Sip :D

    Semoga semakin banyak generasi yang cinta membaca ya...

    BalasHapus
  6. Kalau saya bisa baca dulu bu.. baru gemar baca :D

    BalasHapus
  7. Cinta membaca atau gemar membaca memang harus kita jadikan gerakan nasional ya, Mbak. Itu bisa terwujud tentunya harus dimulai dari diri sendiri ya, Mbak. Keteladanan kita insya Allah akan ditiru pula oleh anak-anak.

    BalasHapus
  8. Cool...
    Aku baru suka banget baca baru baru aja, padahal sebelum TK aku udah bisa baca hihihi!
    Sama mbak di rumah selalu ada buku. Tapi sebagian besar buku di 'perpus' rumahku sudah dikardusin, karena lemarinya rayapan, yang tersisa disumbangkan hehehe...
    Di WC aja tumpukan buku ada banyak hahaha :D

    BalasHapus
  9. aku kebetulan punya keponakan yang diusaianya 3 tahun sudah mulai menyukai bacaan2, (walaupun masih di bacakan) dia selalu minta di bacakan kalau liat buku dengan gambar menarik, seperti majalah bobo contohnya, seneng rasanya kalau lagi tiduran b2 sambil bacain dia nyimak banget (kebayang muka sok seriusnya) dan oia skalian infoin dh buat yang suka baca coba deh cari di gramedia atau toko buku terdekat buku judulnya "Melihat Tanpa Mata" dan "Diaryberry" keduanya dari penulis yang sama, isi bukunya inspiratif dan ngena banget. khusus yag "diaryberry" ini pertama di dunia, ternyata si penulis, menulis ceritanya melalui blackberrynya di biskota setiap kali dia pulang kerja, dan isinya banyak tentang hal yang dia alami sehari-hari, dia selalu broadcast ke semua kontak BBnya, sampai akhirnya ada penerbit yang menawarinya menerbitkan tulisannya itu ke buku... inspiratif banget... WAJIB di baca nh

    BalasHapus