gambar diambil dari google |
Menulis itu
menyenangkan. Tidak bagi semua orang namun setidaknya beberapa orang pasti akan
mengangguk sepakat. Terkadang mampu membantu menghalau galau yang meradang.
Terlebih lagi bagi orang-orang yang jarang berbicara, pendiam.
Tapi bahkan
terkadang seorang penulis pun sering kehilangan kelincahan tarian jemarinya, semisal
ketika patah hati,,, patah pula penanya. Semacam itulah.
Sebenarnya saya
mau posting apa sih ini?
--“
Baiklah, let’s just make it simple…
Dalam dunia
kepenulisan, salah satu hal yang saya berhasil pahami adalah adanya standar kata
yang baku. Berhubung bahasa induk saya adalah bahasa Indonesia, tentunya
acuannya adalah pada KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Memang sih dalam sebuah tulisan tidak semua
harus baku. Apalagi ‘hanya’ untuk sebuah blog pribadi. Justru sentuhan personal
terkadang akan sangat mencairkan suasana dan membentuk karakter serta ciri khas
si blog itu sendiri. Namun entah mengapa setiap kali saya menulis, saya selalu seperti
ini, cenderung baku. Kebiasaankah atau bagaimana saya sendiri tak mengerti.
Tapi jujur saja, pernah tebersit di benak saya setidaknya kalau tulisan-tulisan
saya cenderung menggunakan bahasa baku, ketika andaikata ada orang asing yang
penasaran dan mencoba menerjemahkannya ke dalam bahasa mereka, kan jadi mudah
*plakkk!!*
Salah satu
alasan lain saya lebih nyaman menggunakan bahasa baku dalam tulisan adalah
karena dalam percakapan sehari-hari saya sudah menggunakan bahasa campur aduk
aneka logat daerah. Aturan saya ketika bicara adalah asalkan lawan bicara saya
mengerti. Makanya dalam tulisan saya berusaha untuk menampilkan bahasa
Indonesia yang normal. Selain itu, saya sedang belajar untuk pada akhirnya bisa
menghasilkan tulisan-tulisan panjang semisal novel best seller *uhukk!* yang mana biasanya syarat yang diminta oleh
penerbit adalah tulisan harus baku. Yup, makanya saya membiasakan diri dan akhirnya
cukup memengaruhi cara menulis saya diii mana pun.
Kawan tahu
tidak, niat awal saya membuat postingan ini sebenarnya adalah untuk segera
mencabut kehiatusan blog saya tercinta belakangan ini. Tadinya saya cuma ingin
menulis tips ringan seputar kata-kata baku saja, tapi kok jadi keterusan begini
ya?
Pertama kali
saya belajar menulis saya pun terkadang tak peduli, menulis ya menulis saja.
Eksperimen kata sesukanya. Namun belakangan ini saya selalu mengecek kata-kata
yang saya pilih apakah ada dalam kamus atau tidak, persis seperti kuis main
kata di televisi itu. Nah, dalam rangka berbagi sedikit hal yang saya tahu, —ilmu
yang baik itu sesedikit apapun paling bagus ketika dibagi kan?—berikut ini saya
bocorkan beberapa kata yang biasa menjadi common-mistakes
bagi orang-orang yang sedang belajar menulis, macam awak ini lah J
- UBAH
Pernah tidak
kawan menemukan kalimat seperti ini, “Kamulah yang harus merubah sendiri keadaan
itu!”
Kata dasarnya ubah, dear, bukan rubah, jadinya mengubah ya jangan merubah lagi. Rubah kan kata
benda bukan kata kerja hehehe.
- PIKIR
“Saya tak bisa
berfikir lagi!”
Nah, nyaris tak
terasa tapi besar bedanya, lho. Coba deh cek kata fikir di pojok kanan atas
beranda blog saya, tempat Kamus Bahasa Risa bertengger. Pasti nggak akan ditemukan artinya. Karena
bentuk bakunya pikir bukan fikir.
- EMBUS dan NAPAS
“Saya menghembuskan
nafas lega.”
Di mana
kelirunya? Yang baku adalah ‘embus’ dan ‘napas’. Jadi, saya mengembuskan napas
lega. Nggak percaya? Cek lagi saja
pojok kanan atas beranda blog saya, hehehe.
- SEKADAR
“Saya hanya sekedar
bercanda, kok!”
Nyaris tak
terdeteksi! Apalagi bila diucapkan dengan cepat. Padahal, coba deh dicek di …
yup, kau tahulah di mana, hahaha, yang baku penulisannya ya –sekadar– J
And so many more (kebayang njelimetnya tugas
para editor, ya). Saya sendiri pun masih belajar. Yuk, sama-sama belajar.
Kawan tahu tak,
saya punya pendapat pribadi, sebuah novel itu romansanya akan semakin kental terasa manakala para lakonnya menggunakan bahasa yang baku, lho. Tengok saja
novel-novel terjemahan, baku-baku semua bahasanya hehehe. Kecuali novel-novel
yang ngocol tentu saja. Tapi itu
hanya pendapat pribadi saya saja, ding.
What do you think?
Aku kira bahasa baku tuh bahasa resmi yang biasa digunakan untuk situasi formal seperti surat, dll.
BalasHapusMenurutku novel bahasanya santai tapi kata-katanya baku. Bukan bahasa baku. :D
Nggak tahu tapi hihi~
Gitu yah, una ... :))
BalasHapuswaduh kalo iya berarti saya salah istilah nih ;p
Hm ... masalah istilah .. saya juga berpikir seperti Icha: bahasa baku. Yaa, sama kayak Icha seperti itu gaya saya .. berhubung orang2 bakal sulit ngerti kalo saya pakai dialek Makassar, dan saya mau belajar menulis sesuai kaidah bahasa biar bisa makin lancar ikut2 lomba2 menulis di mana :D
BalasHapus:D
Hapusasal jangan bahasa kaku aja deh kak ya ;p
terimakasih sudah mengingatkan, harus belajar eyd lagi nih..
BalasHapus