nemu gambar disini |
Berkendara di
beberapa ruas jalan raya Makassar belakangan ini rasanya sungguh amazing. Menakjubkan betapa antara sesama
penikmat aspal telah terjalin komunikasi telepati yang tak kasatmata. Misalnya
saja di perempatan pintu I Unhas. Dari arah timur (rute Daya ke kota) dan utara
(gerbang I kampus), lampu lalu lintas tak berfungsi sehingga para pengendara
ketika hendak melintas perempatan itu terpaksa menggunakan kode tak resmi,
lirik-lirik ke depan, baku atur sendiri. Bila barisan paling depan dari arah barat
(rute kota ke Daya) berhenti, itu berarti antrian kendaraan dari arah utara
bisa melaju. (Jangan tanya yang dari arah timur, kendaraan dari sana nonstop
melaju. Rupanya ketika lampu lalu lintas tak berfungsi selalu disepakati
maknanya sebagai tanda : don’t stop …! >> jadi inget
kampanye sesuatu)
Sekali waktu,
beberapa hari lalu, saya hendak pulang dari arah kota menuju Daya, yang berarti
posisi saya di perempatan itu berada di arah barat, satu-satunya di perempatan
tersebut yang lampu lalu lintasnya selamat dari demo kenaikan bbm yang sempat
terjadi beberapa waktu lalu itu. Jelas-jelas lampu masih menunjukkan warna
hijau. Sebagai pengendara yang patuh pada aturan, adalah hak saya untuk terus
melaju menembus perempatan itu, bukan? Meskipun saya melihat antrian kendaraan
dari arah gerbang kampus sudah mulai merangsek maju sebelum waktunya.
Maklumlah, di sisi mereka lampunya tak berfungsi. Jadi demi melihat hanya saya
yang melaju dari kejauhan mereka pikir bisa ‘menghentikan’ saya. Tapi dasar
saya kadang ngeyel juga, --- lagipula
memang lampu hijau di sisi saya, kok! --- maka saya tidak menunjukkan tanda mau
mengalah. Justru dari jauh saya ribut menyalak, menekan klakson maksudnya, agar
mereka tahu ini masih giliran saya melalui intersection
tersebut. Alhamdulillah, meski rada nekat saya berhasil lolos.
Sebal? Iyalah …
Pada siapa? Entahlah. Mungkin pada para pengendara itu? Atau pada para perusak
fasilitas umum? Atau pada pemda? Entah.
susah juga kalau disiplin tidak berasal dari diri sendiri
BalasHapusiya, mbak. malah ada lagi yang lebih lucu, waktu itu di sebuah pertigaan saya sedang ngantri dengan manis nunggu lampu hijau nyala eeeh kok malah saya diklakson dari belakang disuruh segera jalan karena dari arah depan pas tidak ada kendaraan. bayangin betapa gemasnya saya waktu itu mbak :D
Hapuskarena mereka salahnya rame2 jadi pada berani, coba kalo sendirian pastinya clingak2uk dulu :D
BalasHapusbisa jadi :)
HapusHahaha,
BalasHapusbingung...
soalnya aku selalu jadi penumpang doang kalo di jalanan :D
main sini mbak una, biar ngga bingung mbayanginnya hehe
HapusAsal jangan sebal padaku ya Mbak, heheee...
BalasHapusngga lah, mbaaaa :)
Hapuslike like like .... aku sering nerobos lampu merahhh.. hehehhe.... habisnya gak ada polisi dan gak ada kendaraan. aku pulang ngampus jam 10 malam jadi bebas mau nerobos2 .. hheeeuu hhheeuuu
BalasHapushmmmm ... hati-hati ah, apalagi udah malem gitu :)
Hapusyang terpenting kesadaran berlalu lintas & bermoral aja mba sebagai manusia & sebagai pengguna jalan raya,tidak hanya dimakasar di jakarta juga sering kok :(
BalasHapusdimana-mana brarti ya :(
Hapusuntung akhir-nya bisa tembus juga ya....kedisiplinan di makassar sudah mulai redup nampaknya..dan telepati itu bukan hanya di unhas, bahkan hampir di semua traffic light di kota makassar...btw-sempat juga ya menyalak keras.. :)
BalasHapusbetul banget, mas!
Hapussaya ngga tega aja nyebut di pertigaan alauddin-pettarani, pertigaan mp-boulevard, belum lagi depan btp yang huaahhh :D
*eh kesebut juga ;p