20.12.11

DIAM!

“Astaga Icha, kalo saya jadi ko errggh mengamuk ma!”
“Ck ck ck, bisamu itu diam-diam saja dikasih begitu di’!”
Pernah dilontari pernyataan seperti itu ketika seorang teman mengetahui sikapmu atas sebuah peristiwa yang menimpamu? Saya sering. Biasanya tanggapan saya hanya tersenyum saja. Habis mau bilang apa?
Nanti ketika saya sendirian lalu memikirkan kembali pernyataan orang lain atas sikap diam! yang menurut hampir semua orang tidak tepat untuk dilakukan, baru saya termenung. Lalu mendesah, menarik nafas berat dan panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Seolah menikmati ‘ketololan’ yang telah saya lakukan. Karena diam! saja ketika kesewenangan menimpa saya, ketika ketidakadilan terjadi pada saya, ketika orang lain memperlakukan saya dengan tidak semestinya.
Mungkin benar bahwa saya terlalu naïf. Tidak salah bila dikatakan bahwa saya lemah. Karena pada banyak kesempatan ketika saya dihadapkan pada peristiwa yang kata sebagian orang bila terjadi pada mereka maka mereka akan bertindak, saya lebih memilih diam!. Pasrah. Menerima begitu saja.
Saya teringat pada sebuah doa :
hasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal maula wa ni’man nashiir …        
Cukuplah Allah SWT sebagai penolong dan sebaik-baik pelindung. Mungkin saya terlalu fatal memaknai harapan atas seuntai doa tadi. Tapi salahkah saya untuk memilih diam dengan filosofi : biar Tuhan saja yang balas? Saya membayangkan pada satu kesempatan dimana bila dari sisi manapun ditinjau, saya berhak untuk mencaci maki orang, saya sangat pantas untuk meledak marah, tapi saya memilih tidak melakukannya. Mengapa? Karena bagi saya, adakah gunanya kalau saya marah? Akankah peristiwanya menjadi  berbeda kalau saya mencaci? Saya jadi teringat dengan salah satu kisah di serial CSI yang menceritakan tentang seseorang yang membalas sakit hati akibat selalu dihina, dipermalukan, dengan cara membunuh. Sebagai penonton tanpa sadar saya digiring untuk berpendapat bahwa the bad guy-nya adalah orang yang pada akhirnya membunuh padahal dari awal cerita jelas-jelas dialah sang korban. Nah, saya tidak ingin menjadi orang yang seperti itu. Biarlah Tuhan yang balas, saya santai saja, toh hidup ini pada hakikatnya bukan milik kita. Gitu aja kok repot …

^____^

2 komentar: