28.6.15

Kakak-Adik, Forever Love

Sore itu saya tengah bergegas berjalan menyusuri trotoar di sebuah kompleks perumahan di daerah Sukabumi. Ada janji buka puasa bersama seorang sahabat yang hendak saya hadiri. Di tengah perjalanan, dari jarak kurang lebih tiga meter saya dikejutkan oleh suara tangisan yang cukup keras. Rupanya seorang anak kecil yang sedari tadi setengah berlari membuntuti ibunya, terjatuh. Si anak kecil berbaring tengkurap di tepi jalan. Saya masih terus berjalan ketika mendengar sang ibu, alih-alih membantu si anak berdiri malah marah-marah. Kata-kata seperti, makanya tadi sudah dibilangin jangan ikut, kurang lebih seperti itu omelannya. Dari jauh mata saya sempat bertemu dengan matanya selama satu detik. Tatapan kaget saya beradu dengan tatapan emosinya. Lalu detik berikutnya sang ibu itu berbalik dan meninggalkan si anak yang masih terus menangis.

Oh my... saya jadi bengong. Bu, kau bercanda, kan? Anakmu jatuh, menangis, sekesal apa pun dirimu tapi masak kau tinggal sih? Itu kalimat dalam batin saya saja, lho. Saya tidak memiliki cukup keberanian untuk berlari menuju mereka dan ikut campur. Belum habis keterkejutan saya, dari jarak sekitar tiga rumah, seorang gadis cilik berlari menyongsong si anak lelaki yang terjatuh tadi. Serta merta si gadis cilik memeluk lalu tampak mengucapkan kata-kata hiburan untuk menenangkan. Kemudian ia dengan sedikit susah payah membopong si anak lelaki yang dugaan kuat saya adalah adiknya itu, sembari tak lupa satu tangannya membawa sendal sang adik.

Mari abaikan sikap sang ibu yang mungkin saat itu tengah diburu waktu akibat tugasnya menyiapkan makanan belum selesai, atau mungkin dia tengah punya persoalan lain, atau mungkin dia hanya lelah...

Abaikan juga sikap saya yang hanya bisa tercekat dari kejauhan...

Saya terharu dengan sikap sang kakak. How sweet,loving, and caring she is. Lantas saya teringat kepada dua bocah saya di rumah. 

Salah satu yang sangat ingin saya tanamkan kepada anak-anak saya adalah rasa saling menyayangi, saling peduli, saling empati di antara mereka. Kini, nanti, selamanya. Betapa kuat keinginan saya agar keduanya selamanya akan selalu saling menjaga, di manapun mereka kelak, Jangan sampai, naudzubillahi min dzalik, mereka saling melupakan, saling berebutan, atau hal lain yang tak patut. Apalagi hubungan kakak-adik, ketika mencapai usia dewasa, ketika pertumbuhan fisik mencapai batas maksimal, sepertinya umur bukan lagi menjadi acuan, ya? 

Belum lagi faktor kehidupan, kita tak pernah tahu takdir siapa akan bagaimana? Siapa yang akan lebih dulu dititipi kesuksesan, misalnya. Sungguh besar harapan saya bahwa mereka akan selamanya saling mendukung demi kebaikan bersama.

Yah, begitulah :)

Bagaimana dengan hubungan teman-teman blogger bersama kakak/adiknya? Kalau berkenan sharing dong...

5 komentar:

  1. Baca awalnya malah kesal dengan ibu tersebut, kok bisa malah abaikan anaknya sendiri yang sedang terjatuh :/ Untunglah anak kecil itu masih memiliki seorang kakak yang perhatian padanya

    BalasHapus
  2. Betul abaikan saja ibunya karena kita ga tahu apa yang sedang dia hadapi. Kalo mau bantu, mending tolong si anak saja...

    BalasHapus
  3. ada kejadian belum lama depan rumahku, orang baru. Anaknya jatuh nyemplung ke got dan nangis. Eh sama ibunya malah dimarahi trus di cubit juga

    BalasHapus
  4. kalau saya di rumah hanya saya dan kaka saya anak dri ibu saya .. jadinya cuma berdua .. kemanamana berdua .. sekarang kaka saya mau nikah jadinya ga ada temen .. menurut saya kakak saya lebih dari sahabat

    BalasHapus
  5. Saya adalah anak pertama, adik saya empat. Saya ingat betul betapa ibu sangat mengajari agar kakak dan adik, atau sebaliknya, harus saling menyayangi. Dan, alhamdulillah hingga kini ajaran ibu terpatri di hati kami.

    BalasHapus