13.4.12

Putera(i) Daerah Mana?

Saya tidak pernah merasa bangga gara-gara menyandang predikat suku tertentu. Pun tidak pernah merasa fanatik atau beruntung karena terlahir dari lingkup suku tertentu. (Seperti pada kalimat pembuka sebuah postingan yang mengantarkan saya menjadi pemenangnya, bisa dilihat disini, saya menyatakan tak pernah terbayang bila tak terlahir di negeri ini, n e g e r i i n i, bukan suku ini lho ya! hehehe) Bahkan saya cenderung kesal ketika misalnya dalam sebuah formulir biodata ada bagian –suku–  yang harus diisi. Untuk apa sih? Begitu pikir saya.
sumber gambar dari sini

Sebelum saya lanjutkan saya ingin menegaskan bahwa tulisan ini tidak dibuat dalam rangka menyinggung ranah SARA. Justru ini secuil kontribusi saya dalam mendobrak pengkotak-kotakan identitas manusia yang tak perlu.

Saya pernah berada di sebuah situasi, sebuah forum semacam seminar, di mana sang pembicara adalah seorang penulis terkenal yang berasal dari sebuah daerah di Sumatra. Pada sesi tanya jawab seorang peserta menyatakan pemikirannya, yang salah satunya menyinggung soal suku. Beliau menyatakan harapannya agar suatu saat kelak akan ada juga seorang penulis hebat yang terlahir dari kota tempat dilangsungkannya acara (di suatu kota di Sulawesi). Hadirin riuh bertepuk tangan, termasuk saya. Saat itu saya bersemangat karena merasa, siapa tahu saya yang kelak meneruskan jejak langkah menjadi seorang penulis hebat yang dimaksud (aamiin he he he). Tapi lalu saya teringat esensi ‘kesukuan’ yang kental dalam pernyataan tersebut. Andaikan misalnya seumpama, katakanlah saya yang benar-benar menjadi seorang penulis hebat yang dimaksudkannya, berarti pernyataan seseorang tadi tetap akan terlontar, karena saya kan bukan asli berasal dari daerah tempat acara tersebut berlangsung. Nah, lho?

Juga terkadang dalam hal ketika seorang pejabat publik terpilih untuk memimpin sebuah lembaga berskala nasional, seringkali kita tanpa sadar mengelu-elukannya hanya gara-gara merasa sekampung. Betul, tidak? Tapi kenapa saya kok jarang merasa demikian ya? Bagi saya, yang namanya orang baik bisa berasal dari latar belakang mana pun sama halnya orang jahat juga bisa berasal dari latar belakang mana pun.

Apakah mungkin ini ada hubungannya dengan masa kecil saya? Maksud saya, sejak kecil saya ikut orangtua berpindah-pindah domisili. Menghabiskan masa balita di Magelang kemudian masa kanak-kanak di Bandung. Disusul oleh masa remaja di Ambon dan menginjak dewasa di Makassar. Sepertinya pindah-pindah domisili seperti itu membuat perasaan kesukuan saya benar-benar luntur. Tapi bila merujuk kembali pada sumber dari segala sumber hukum, memang seperti itu kan ya seharusnya? Tuhan menciptakan manusia berbangsa-bangsa, bersuku-suku, untuk saling mengenal … bukan saling berbangga. Karena satu-satunya penilaian manusia di hadapanNya hanyalah ketakwaan. Begitu, bukan?

Just another mind of mine J

10 komentar:

  1. imannn... kok keaqwaan?? kalo aku putra malang.. hehehe

    BalasHapus
  2. Benar sekali, Mbak, inna akromakum 'indallahi atqakum (sesungguhnya yg plg mulia di sisi Allah adalh yg plg bertakwa).

    Ttg "hobby" pindah2, saya teringat sahabt saya seorg penulis. dlm biodatanya, dia menyebut dirinya sbgai "nomaden sejati". hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. nomaden itu sangat menarik lho ternyata, mas :)

      Hapus
  3. ya benar mbak , karna sekampung di dukung aja , tp jujur q meski anak medan gk dukung bang Gayus ...hehehheh
    http://www.kisahislami.tk

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai, anak medan ..
      duh kapan ya saya bisa mengunjungi sumatra :)

      Hapus
  4. Semua tergantung dari individu masing2 kan mbak.. yah walaupun lingkungan sekitar juga mempengarui kepribadian kita.. tetapi tetap semua tergantung kita :)

    semoga sukses mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi jaman sekarang lingkungan pengaruhnya kuat banget, mas terhadap pembentukan karakter seseorang terutama anak-anak ;p

      salam sukses kembali :)

      Hapus
  5. Hihihi aku juga suka bingung kalau ada isian 'suku' di form.
    Gimana yang orangtuanya campur...
    Aku sendiri gak bangga kalau aku suku Jawa, tapi aku seneng dilahirkan dari suku Jawa hehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. makanya kalo aku palingan kuisi indonesia kalo ada isian begitu, mba una ^_^

      Hapus