23.9.16

Oh, Ternyata Tidak Semua Buku Terbit Itu Melalui Proses Penyuntingan?

Saya sebenarnya bukan tipe pembaca buku yang bawel. Menyadari ada sebagian diri saya yang menyandang profesi penulis, uhuk, pemula, saya sangat mengapresiasi rekan seprofesi atas karya-karya yang mereka hasilkan. Selain itu takut kualat juga kalau saya terlalu membaweli tulisan orang lain :D

Pun ketika ada sebuah buku terbit kemudian masih terdapat typo, saya berusaha memaklumi. Kebayang tugas seorang editor, berapa banyak naskah yang harus ia tangani, pasti puyeng. Jadi kalau ada satu atau dua typo, okelah.

Tapi ketika saya membaca karya seorang penulis bernama besar dengan penerbit yang juga besar, melakukan begitu banyak typo di dalam buku terbitnya, saya kok rasanya jadi ingin bawel, ya? Itu kenapa kok bisa gitu? Editornya siapa, masak tidak menyadarinya? Lantas saya membuka halaman identitas buku untuk mencari tahu, dan mendapati fakta yang cukup mencengangkan. Ternyata tidak ada nama editor, penyunting, pemeriksa aksara, atau apa pun istilahnya yang terkait dengan pekerjaan tersebut. Saya kaget. Oh, ternyata tidak semua buku terbit itu melalui proses penyuntingan, ya? Saya baru tahu.

Sebagai penulis yang beberapa kali terlibat dengan proses editorial, saya ya sedikit cemburu kan jadinya ;p. Eh, tapi enggak juga, ding, karena sejauh ini editor saya baik-baik semua dan sangat mendukung naskah saya. Tapi maaf beribu maaf, saya jadi tidak bisa berhenti bertanya-tanya, apakah mungkin karena nama besar makanya tidak perlu lagi melalui proses editing? Atau mungkin proses itu tidak dituliskan di identitas buku saja? Untuk menjawab tanya hati saya sendiri, saya sampai membongkar isi rak buku untuk membacai halaman-halaman identitas buku koleksi saya. Berbagai pengarang, berbagai penerbit.

Dari hasil bongkar-bongkar, saya mendapati bahwa nama sebesar Dee pun karyanya masih melalui proses sunting. Alih-alih puas, saya malah kian penasaran, apakah sebenarnya proses editing itu pilihan yang entah berpulang kepada siapa, penulis atau penerbit? Ya, tidak mengapa sih jika naskahnya tepercaya seratus persen tidak akan ada salahnya. Hanya saja ketika ternyata ada, dan di beberapa bagian cukup fatal, saya pikir ke depannya seharusnya proses penyuntingan ini tidak dilewati, sebesar apa pun nama penulis atau penerbitnya. Demi ketenteraman penikmat buku seperti saya, yang ada satu aja typo suka bikin dahi berkerut. Apalagi salah tokoh, kan bingung jadinya, ini sebenarnya saya lagi baca buku seri ke berapanya? Gitu, hehehe. Ya, penulis juga pasti pernah siwer lah dengan naskahnya sendiri, kan, kan? Toh bahkan JK Rowling pun punya editor.

Eh, iya, kan, JK Rowling punya editor? :D

2 komentar:

  1. yang dijual komersial perlu editormbak karena apakah sama dengan sepaham penerbit atau enggak hehe...

    BalasHapus
  2. Baru tahu ada yang nggak lewat penyuntingan. Kalo Dee dia edit sendiri.

    BalasHapus