21.10.13

Dari Ibu Untukmu, Anakku!

Perasaan apa yang muncul dalam hati ketika mendengar nama-nama berikut ini disebut? Bacharuddin Jusuf Habibie. Jusuf Kalla. Yusuf Mansur. Kagum? Ketiga nama yang saya sebutkan, adalah beberapa nama besar yang masing-masing memiliki keistimewaan. Mr. Crack, sang penemu teori kelelahan besi yang besar gunanya dalam bidang penerbangan di seluruh dunia, Habibie. Pemilik kerajaan bisnis kendaraan, ekspor-impor, real estate, dan masih banyak lagi, Jusuf Kalla. Pendakwah kharismatik, penggagas pondok penghafal quran, salah satu provokator sedekah, Yusuf Mansur.

Satu pertanyaan yang selalu dan senantiasa menggedor pikiran saya manakala membaca atau mendengar nama-nama besar seperti ketiganya disebut adalah bagaimanakah orang tuanya? Seperti apa ayah dan ibu dari masing-masing mereka berperan sampai-sampai bisa terbentuk manusia-manusia unggul yang membuat kagum seperti mereka? Bisakah saya, membina buah hati saya seperti para orang tua dari nama-nama besar itu?

Anak adalah titipan Tuhan yang berpredikat amanah. Setiap orang tua tentu ingin buah hatinya menjadi orang-orang terbaik di generasinya. Termasuk saya pribadi yang dititipi dan diamanahi dua orang buah hati. Saya adalah orang yang selalu ingin menangis rasanya ketika membaca-baca biografi milik orang-orang hebat. Siapa yang tidak ingin kelak anak-anaknya menjadi salah satu pemimpin masa depan? Membanggakan orang tua dunia dan akhirat?
Apa yang harus saya lakukan? Apa yang bisa saya lakukan? Apa yang sudah saya lakukan demi membawa anak-anak ke arah sana?


Nama adalah Doa
Kalau kata Shakespeare, what is a name, saya lebih memilih meyakini bahwa nama adalah doa. Setidaknya, hal pertama yang bisa saya persembahkan untuk anak-anak adalah sebuah nama yang didalamnya terselip untai harapan untuk kehidupannya. Bukan sekadar indah saja. Anak pertama saya, saya berikan doa ‘bunga yang terjaga’ dalam namanya (Taris Zahratul Afifah). Sementara untuk sang adik, saya menyelipkan tiga karakter dalam namanya : tampan dan salih, pemberani, serta dapat dipercaya (Yusuf Fatih Al-Amin). Doa ibu untuk kalian selalu, Anak-anakku!

Waspada Pengaruh Media Sosial
Tantangan di setiap era dalam masalah pengasuhan anak tentu selalu berbeda. Jangan jauh-jauh mencari contoh, saya sendiri mengalaminya. Ada perbedaan yang besar ketika mengasuh si sulung dan si bungsu, padahal jarak umur di antara mereka hanya lima tahun. Salah satu yang cukup terasa adalah dengan adanya booming media sosial. Dahulu, mengajarkan si sulung mengaji setiap habis Maghrib menjadi ritual yang damai dan syahdu. Tinggal matikan televisi suasana pun hening sehingga bacaan qur’an anak dengan mudah meningkat. Bandingkan dengan kondisi sekarang! Tang-ting-tang-ting. Sedikit-sedikit notifikasi dari ponsel berbunyi pertanda aktifnya dunia maya kita. Kecanduan melanda tanpa kita sadari. Hasilnya pun berpengaruh cukup signifikan terhadap jumlah hapalan anak yang diasuh sebelum dan sesudah badai media sosial melanda. Waspadalah!
Maafkan Ibu, Nak, jika selama ini terkadang abai pada kalian hanya tersebab sosial media.

Membaca Bakat Anak
Setiap anak adalah unik. Kalimat tersebut tentu sudah jamak kita dengar, namun sudahkah kita benar-benar memahami maknanya? Unik berarti boleh dibilang satu-satunya, tidak ada yang sama, seperti halnya rantai DNA yang menyusun manusia. Atau seperti halnya sidk jari. Jadi bagi saya, makna kalimat setiap anak adalah unik adalah saya diminta untuk mengamati mereka dengan seksama, sesungguhnya seperti apa karakter mereka? Apa potensi yang mereka miliki? Karunia apa yang disertakan Sang Pencipta di dalam diri mereka?
Dan ternyata memang seperti itu adanya. Kedua buah hati saya unik, masing-masing memiliki potensi berbeda. Si sulung memiliki minat cukup besar pada perkara sains dan tulis-menulis. Ia juga memiliki hapalan yang cukup kuat serta taat pada aturan. Sementara si adik, dia memiliki minat dalam membentuk, membangun, atau menggambar sesuatu. Dalam hal akademis, ia lebih cuek. Misalnya, jika besok ada ulangan maka belum tentu ia akan sibuk membaca materi yang akan diulangankan, tetapi bisa jadi ia malah sibuk dengan lego seharian.

Medali finalis olimpiade sains si kakak

salah satu kreasi lego si adik

salah satu ilustrasi si adik

Berbicara mengenai keunikan, jangankan potensi, kesukaan terhadap makanan pun kadang tak sama di antara keduanya. Si sulung cenderung mudah menerima segala jenis makanan, sementara sang adik lebih pemilih. Namun apapun itu, selama nutrisi yang kita siapkan untuk mereka adalah nutrisi yang terbaik, tentu hal itu bukan masalah besar.
Semoga Ibu selalu diberi daya olehNya untuk terus mengamati dan melejitkan segala potensi yang kalian punya, ya Nak!

Ibu Berdoa, Kalian Berjuang, Biarkan Takdir Berbicara
Pada akhirnya, hanya kepada Tuhanlah muara tawakal kita. Jangan putus cita-cita untuk menorehkan tinta emas dalam lembar sejarah. Kalian berjuanglah selalu, Anak-anakku, Ibu akan selalu melangitkan doa untuk kalian. Jangan lupa untuk selalu berbahagia, Insya Allah takdir terbaik akan menghampiri.



Tulisan ini diikutkan dalam lomba blog Nutrisi Untuk Bangsa.

4 komentar:

  1. si kakak ikutan quark juga ya, hebat. Selamat ya

    BalasHapus
  2. banyak orang di luar sana bilang,,apa arti sebuah nama,,padahal dibalik nama adalah doa terbaik bagi sang anak,,moga nanti aku bisa membri nama yg baik buat anak,dan membesarkannya hingga sukses..:)))
    salam kenal dari Rizki Pradana mampir ya :))

    BalasHapus
  3. Setiap Anak adalah Unik. Saya sangat setuju, Mba. Jangan memandang sebgai perbedaan, tapi adalah keunikan ya, Mba.
    Terima Kaish sharingnya. :)

    Moga menang, ya. ..

    BalasHapus
  4. anaknya punya bakat semua ya, untungnya punya orang tua yg mengerti betul bagaimana menyiapkan bakat itu menjadi sesuatu yg bermanfaat. insya Allah anak2 mbak bsa menjadi enyambung perjuangan dan cita2 kedua org tuanya. amiiin

    salam kenal, assalamualaikum heheee

    BalasHapus