11.4.13

Kopi Panas Air Payau


Selusin gelas-belimbing kopi telah tersaji di meja, ketika bahkan mentari pun belum sempurna bertahta di cakrawala. Uap panasnya menguar, mengharumi udara di dalam rumah tua berlantai tanah, berdinding gedek bambu. Rumah simbahku, di desa Gandrung Mangu.

sumber gambar notes.urbanesia.com

Entah kopi apa yang diseduhnya, aku tidak terlalu tahu. Atau tepatnya tidak memperhatikan. Umurku belum lagi menginjak 12 tahun kala itu, mana aku peduli. Yang aku tahu, larutan hitam yang mengisi gelas-gelas itu rasanya manis, sedap, sanggup mengalahkan rasa payau air di sumur simbah dengan telak. Yang aku tahu, kalau suhu cafein cair itu masih terlampau panas, simbah akan menuangnya sedikit demi sedikit di lepek kecil agar aku bisa menyeruputnya perlahan. Slruuuppp... ahhh, segar! Apalagi padanan ritual meneguk kopi di pagi hari itu adalah sepiring nasi goreng racikannya yang dimasak di atas tungku kayu. Nikmatnya mengendap sampai ke hati...

*Mengenang alm. simbah-simbah Gandrung Mangu-ku

4 komentar:

  1. lepek kecil itu semacam piring kecil untuk alas gelas ya?

    BalasHapus
  2. daerah gandrungmangu memang cenderung jelek airnya. soalnya dari mulai sidareja sampai kawunganten memang dulunya rawa rawa.

    kapan pulang ke sana lagi..?

    BalasHapus
  3. gandrung mangu yang dimaksud mbak risa apakah gandrungmangu di kab cilacap ?

    BalasHapus
  4. terimakash informasinya semoga makin sukses. . ,

    BalasHapus