28.12.12

[Review Film] : IN TIME


Pertama kalinya saya nonton film keluaran tahun 2011 ini, durasinya sudah nyaris di pertengahan. Biasanya meski tidak dari awal, sebuah film mudah-mudah dan asyik-asyik saja untuk diikuti. Tapi tidak dengan ‘In Time’ ini. Saya bingung. Untungnya keesokan harinya film tersebut diputar lagi. Dan nontonlah saya dari awal. Lalu saya terpana. Wuaahhh! Secara orisinalitas ide, film ini patut diacungi jempol. Atau setidaknya demikianlah menurut saya yang referensi tontonannya tidak seberapa. Entahlah jika sebelum-sebelumnya ternyata sudah ada film yang idenya serupa dengan ‘In Time’ ini.

Pernah denger, kan, kalimat ‘Time is Money’? Nah, andai kisah film ini hanya boleh dipremiskan dalam tiga kata ya kalimat itulah yang menurut saya paling tepat merepresentasikannya. Waktu adalah uang. Dalam makna denotasi.

dapet gambar dari : http://godfilmandmen.blogspot.com/2012/03/reactions-to-watching-in-time.html

Jadi ceritanya di masa depan, perubahan fisik manusia akan terhenti pada usia 25 tahun. Mereka tak akan menua. Namun mulai usia tersebut semacam jam digital yang terpasang permanen di balik kulit setiap orang akan diaktifkan. Efeknya, jatah waktu (hidup) seseorang hanya tinggal seperti yang tertera di lengannya itu! Hingga ketika penunjukkan waktunya 00:00:00 ya sudah, time is up! Mati! Maka di sinilah tema besar dari film ‘In Time’ ini. Perjuangan para manusia yang berusia 25 tahun itu demi waktu. Tak ada yang ingin waktunya berhenti dan menunjukkan angka nol. Semua ingin hidup selamanya.

Maka waktu pun menjadi segalanya. Waktu menjadi prioritas utama yang dikejar oleh semua orang. Bahkan waktu pun menjadi alat transaksi. Time is money. Mereka naik bis bayarnya pakai waktu. Mereka membeli kopi bayarnya pakai waktu. Mereka bekerja dengan digaji waktu. Ada manusia-manusia jahat yang kerjanya mencuri waktu. Iya, mencuri waktu dalam arti sebenarnya. Menyedot waktu yang ada pada seseorang hingga nol agar miliknya sendiri bertambah. Bahkan aktivitas bank pun orientasinya adalah waktu, simpan pinjam waktu! Well, saya benar-benar melongo menikmati film ini. Idenya gila tapi dipikir-pikir ya masuk akal juga, edan tenanan hehehe.

Lalu dimana konfliknya? Adalah seorang pemuda bernama Will Salas yang hidup di wilayah kelas rendah, populasi miskin waktu. Dia dikisahkan bekerja sebagai seorang buruh yang harus pontang-panting demi kelangsungan denyut waktu di lengannya. Selain itu juga demi menyokong waktu sang ibu. Satu hal yang juga lucu di sini adalah, meski namanya ibu dan anak, namun dari segi fisik mereka setara, sama-sama menawan. Kan ceritanya perubahan fisiknya berhenti pada usia 25 tahun, ingat? Jadi yang namanya ayah, ibu, anak, kakek, nenek, fisiknya semua muda. Begitu. Nah karena ceritanya Will dan ibunya ini bernasib miskin waktu, maka mereka benar-benar harus saling support. Apalagi sang ibu yang waktunya hanya tinggal beberapa jam saja. Nah, tentang Will dan ibunya ini ada adegan yang sungguh sangat mengharukan lho! Apakah itu? Tonton sendiri aja ya…

Kembali ke soal konflik utama. Pada satu kesempatan, Will Salas menerima rezeki nomplok dari seseorang yang berasal dari wilayah kelas atas, populasi kaya waktu. Si waktuwan (karena hartanya berupa waktu hihi) ini ceritanya bosan hidup dalam keabadian yang tiada habisnya. Ironis ya, ketika dia memiliki keabadian ternyata yang dirindukannya justru ketidakabadian itu sendiri. Jadi singkat cerita dia menghibahkan seluruh waktunya yang berjumlah ratusan tahun kepada Will. Dia hanya menyisakan beberapa menit terakhir saja untuk menikmati pagi sebelum akhirnya mati.
Maka yang tadinya Will Salas ini adalah pemuda kere waktu, sekarang dia naik kelas menjadi seorang waktuwan yang kaya raya. Dan karena muak dengan perbedaan status sosial dan pembagian wilayah antara si kaya dan si miskin waktu, meneroboslah si Will ini ke Zona Greenwich. Niatnya sih untuk membuat perubahan, agar nantinya orang-orang di wilayah di mana dia berasal pun bisa menikmati waktu senyaman seperti di Zona Greenwich.

Nah, alih-alih hidup senang di wilayah kaya waktu itu, Will malah jadi buronan Timekeeper gara-gara hibah waktu yang pernah diterimanya itu. Selain itu Will bertemu dengan seorang gadis cantik jelita anak pengusaha kaya. Pengusaha yang memiliki kerajaan bisnis waktu, yang harta waktunya diincar oleh Will. Lalu Will Salas dan Sylvia Weis, nama gadis itu, bisa ditebak, saling jatuh cinta. Konflik pun semakin meruncing. Perbedaan status sosial, jadi buronan, diincar perampok waktu,  berjuang demi keadilan waktu kehidupan bagi seluruh manusia …

Well, mengingat ide uniknya (dan orisinil?) tadi soal waktu, film ini layaklah ditonton. Membuat sesuatu yang jelas-jelas nggak masuk akal menjadi terasa acceptable dan enjoyable hehe. 

Eh, dan belakangan saya baru tahu bahwa ternyata si pemeran Will Salas itu rupanya Justin Timberlake. Oalah… ini tho rupanya yang bernama Justin Timberlake! :D

Pssst, mudah-mudahan review ini tidak membingungkan :D

5 komentar:

  1. aku belum nonton nih, tapi kalau lihat dari posternya aku langsung engenali itu justin :) ceweknya mirip shanen ya?

    BalasHapus
  2. Aku penasaraaan sama film In Time...
    Udah beberapa kali baca reviunya T.T

    BalasHapus
  3. aku dah pernah nonton tapi baru kali ini baca reviewnya

    *mumet nonton gambar doang ga ada teksnya

    BalasHapus
  4. adegan soal keuangan ya, "time is money" hehehe

    vertical blind jakarta

    BalasHapus
  5. in time kece emang filmnya. Gw cinta.

    BalasHapus