6.7.12

Pengalaman Tak Terlupakan di Bandara


“Kasih keluar pisaunya!” perintah seorang petugas kepada seorang ibu ketika ia melalui pintu detektor menuju ruang tunggu sebuah bandara di pulau Sulawesi. Nada suara petugas tesebut keras, tegas dan jelas. Tidak ada keramahan sedikit pun dalam intonasi suaranya yang cenderung menuduh tadi. Sang ibu kebingungan. Selain karena ia merasa tak memasukkan pisau dalam tas tentengannya (saking bingungnya sang ibu bahkan sempat terpikir mungkinkah para bocahnya memasukkan pisau tanpa sepengetahuannya di rumah? Atau mungkin ketika tadi ia meninggalkan tas itu kepada para bocah dan keluarga yang mengantar untuk check-in, seseorang menyisipkan pisau ke dalam tasnya?), ia cukup kesal dan sakit hati dengan sikap dan tuduhan sepihak sang petugas tersebut.

Seperti inikah prosedur standar pengamanan yang harus dilakukan manakala bawaan seseorang terdeteksi sesuatu yang mencurigakan di monitor mereka? Langsung dituduh membawa benda tertentu dan diperintah dengan ketus untuk mengeluarkan benda yang mereka maksud, sang ibu membatin dalam hati. Ia mengira meskipun soal keamanan dan itu sangatlah krusial, kalimat semisal : “Maaf, Bu. Tas Ibu terdeteksi membawa logam (atau apapun arti warna-warna yang tertera pada layar monitor alat detektor bandara itu). Apakah Ibu membawa benda serupa itu, pisau, gunting atau sejenisnya mungkin?” itulah yang akan ia dengar. Redaksinya lebih enak, bukan? Kecurigaan tersalurkan, praduga tak bersalah pun dapat.

Daripada seperti tadi? Membuat sang ibu nyaris menangis gara-gara saking inginnya meledak marah kepada sang petugas namun ia berusaha menahannya dan memilih bersikap rasional. Apalagi mengingat dirinya tengah ditempatkan di posisi tertuduh seperti itu, tentu tak ada siapapun yang akan membela selain kedua bocahnya yang sama tak mengerti mengapa mereka tertahan di pintu masuk ruang tunggu bandara tersebut. Padahal sebelumnya tak pernah ia mengalami hal serupa ini ketika hendak bepergian dengan pesawat udara. Bahkan karena kebetulan ia pernah terbang ke luar negeri justru yang ia khawatirkan adalah botol-botol air mineral yang ia bawa dalam tas tersebut. Karena seingatnya dalam penerbangan luar negeri seseorang tak boleh membawa liquid melebihi 100 ml. Sementara soal pisau, gunting atau benda tajam lainnya, ia tahu persis dalam aturan penerbangan mana pun tak boleh dibawa masuk ke kabin pesawat. Nah, sekarang ia malah diperlakukan seperti itu oleh sang petugas. Di hadapan kedua bocahnya pula!

***

Cerita tersebut di atas sungguh nyata terjadi. Sekadar sharing atas sebuah pengalaman saya. Menggelitik pikiran saya untuk melontarkan sebuah tanya, mengapa harus seperti itu?

Okey, saya paham, bandara adalah sebuah tempat umum yang selalu diramaikan oleh orang-orang dengan beraneka macam niat yang bukan semata sekadar naik pesawat udara (saya menyimpulkan ini berdasarkan beberapa kasus yang sering diberitakan di televisi) . Selain itu kita semua selalu khawatir dengan ‘teroris’. Kita semua juga khawatir dengan penyelundup barang terlarang. Pun kita semua tak menginginkan kecolongan atas sesuatu yang bisa dicegah sejak dini. Saya sangat paham betapa beratnya tugas yang diemban para petugas itu untuk memastikan keamanan selalu berada di level 100%. Namun sekali lagi, apakah caranya memang harus selalu seperti itu?

Jujur saja, ketika kejadian itu terjadi, andai saja sang petugas tetap bersikukuh dengan tuduhannya, saya sudah berniat hendak membongkar semua isi dalam  tas travel saya di hadapan petugas itu. Demi mendukung kesuksesannya menunaikan tugas mengamankan semua penumpang beserta barang bawaannya. Dan mungkin nantinya bisa dijadikan sebagai bahan masukan untuk mengupgrade peralatan deteksi tadi. Karena sumpah demi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggamannya, saya tidak membawa apapun yang membahayakan tapi toh si detektor itu kok tega menjudge saya seperti itu? Berarti errornya di mana? Memang sih saya membawa logam dalam tas itu, jumlahnya selusin malah (dan itu sudah saya katakan pada mereka), tapi itu dalam bentuk mobil-mobilan mini koleksi anak saya. Itukah yang terdeteksi? Atau mungkin dua buah sendok dalam wadah bekal makan siang anak saya? Atau papan catur anak saya? Karena kan tidak mungkin botol-botol air mineral atau snack ringan yang saya bawa atau crayon dan buku gambar anak saya, apalagi sweater? Tapi dijudge membawa pisau??? Yang benar saja! Justru karena saya dituduh seperti itu malah hati saya yang serasa jleb! ditusuk pisau…

28 komentar:

  1. jadi gimana cerita akhirnya mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akhirnya sy boleh masuk setelah sy buka tas saya, lalu sy tunjukkan barang2 terutama mobil2an itu. Memang ada satu yg berbaterai, jadi petugas mengakhiri sikon itu dgn melarang anak sy memainkannya...

      Hapus
    2. hummmmm begitu ya. suudzon ya kalo di bandara hehe

      Hapus
  2. duh, saya juga pasti punya perasaan yg sama kalau langsung di tegur dengan cara seperti itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan sampai kejadian, mba... sungguh ga enak banget.

      Hapus
  3. eh iya bener tuh pernah bawa hotwheen pake kotak kaleng khusus dari hotwheelnya itu juga detektornya berbunyi dan harus dikeluarkan dulu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berarti bener gara2 mobil2an, mba lidya. soalnya merknya persis. Mana ga ada maaf pula... sungguh terlalu... ckckck

      Hapus
  4. Cara petugasnya salah ya mbak...
    Mbok rada halus gitu hihi...

    BalasHapus
  5. Wes mbuh lah, una... ga ngerti saya gimana sih harusnya?
    yang jelas kesal sekali saya ;p

    BalasHapus
  6. Waktu masih di Riau, saya pernah nyeberang ke Malaysia Icha. Waktu balik dari Melaka mau nyeberang ke Dumai (Riau), gi**, petugasnya kasar2, membentak2 .... :(
    Jangan2 itu yang "prosedur standar" ?

    BalasHapus
  7. Iya aku juga pernah mikir apa memang SOP security Bandara gitu ya, padahal kalau pakai bahasa yang sopan tentu lebih nyaman :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. padahal tegas dan kasar itu jelas-jelas beda ya, Bu?

      Hapus
  8. kunjungan gan,bagi - bagi motivasi
    Hal mudah akan terasa sulit jika yg pertama dipikirkan adalah kata SULIT. Yakinlah bahwa kita memiliki kemampuan dan kekuatan.
    ditunggu kunjungan baliknya yaa :)

    BalasHapus
  9. Balasan
    1. siip :)
      btw, nice furniture, jadi mupeng ^^

      Hapus
  10. saya malahan pernah dapet pengalaman lebih sadis lagi mbak... kerudung keponakan saya disuruh dibuka gara-gara ada blink-blnk nya... Haduh... memang nggak pernah liat mute apa.... tepuk jidat

    BalasHapus
  11. kejadian sisip menyisip itu memang membikin kita berang..

    maka adri pada itu, saya selalu meletakkan tas dekat dengan diri saya agar kejadian itu (harapannya) tidak terjadi

    BalasHapus
  12. waduuuh yang belum pernah kebandara seperti saya, mesti waspada dong,hehe

    terima kasih atas pengalamannya
    #blogwalking siang

    BalasHapus
  13. Saya pernah ada pengalaman di bandara Soekarno Hatta sekitar 2 taon lalu. Saya lihat seorang ibu yang bagnya kena detector, dan dipaksa mengeluarkan Benda cair di dalam tasnya.

    Ternyata isinya dua botol kecap yang kata petugas checkpoint di Bandara tidak boleh dibawa masuk ke dalam pesawat, kecuali dinmasukkan dalam bagasi. Saya sedih melihat ibu itu kecewa karena kecap itu untuk cucu cucunya. Namanya peraturan kadan nyebelin dan terasa kaku. Salam kenal dari Pontianak. Izin Follow ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, kasihan ya ibu itu pasti sedih dan kecewa ...

      salam kenal kembali :)

      Hapus
  14. petugasnya perlu belajar bagaimana cara menghadapi orang lain dengan baik, kalau nggak belajar, kasihan dia...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya tuh, kang ...
      menurut saya juga seperti itu. malah sepertinya lebih santun di bandara soetta yang notabene bandara terbesar di indonesia yang tentunya peluang kejahatan lebih besar pula. entahlah...

      Hapus
  15. wah, mungkin memang begitu ada tujuannya kali, tapi tetep aja ya gak baek ..
    hmm..
    aku sendiri belom pernah ngalamin hal kayak gitu di Bandara mbak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, semoga tak perlu dirimu mengalami seperti itu :)

      Hapus