Saya pernah
menyaksikan kelahiran bayi kucing. Okey, tidak benar-benar pas kucing itu lahir
sih, tapi tepatnya beberapa detik setelah bayi kucing itu keluar dari rahim
induknya. Masih belepotan darah. Masih belum bernapas dengan baik. Saya
menyaksikan si induk kucing tampak sibuk dan sangat berupaya keras untuk
membersihkan sisa darah sembari berseru, – andai ia bicara bahasa manusia – “C’mon, baby … breath … breath!” Begitu.
Kemudian, bernapaslah ia dengan baik. Dan mengeong lemah. Aihh, I’m officially an aunty cat, I guess :D
Setelah itu saya
sedikit menyesal, kenapa saya tidak datang tepat sewaktu si bayi kucing keluar
dari jalan lahir induknya? Padahal hal itulah yang sangat ingin saya lihat.
Menyaksikan kelahiran (berhubung tak mungkin saya menyaksikan diri saya sendiri
ketika melahirkan dulu, kan?).
Kemudian kembali
saya memerhatikan si induk kucing. Eh, dia masih tampak kesakitan. Tidak
teriak-teriak macam saya dulu sih (ini apa sih kok membandingkan manusia dengan
kucing!) tapi dari ekspresi wajah kekucingannya (hmmm) beliau (c’mon!) tampak
demikian nelangsa. Kayak sakiiittt banget. Matanya nyaris selalu terpejam
menahan kepayahan. Saya perhatikan perutnya. Tampaknya masih besar. Wah, masih
ada harapan bisa menyaksikan kelahiran nih, pikir saya. Maka saya pun stay di
dekatnya sambil tangan siap dengan kamera. Semenit … dua menit … sepuluh menit …
lima belas menit … bahkan saya sempat menyodok-nyodok perut si induk kucing
dengan jari, kok belum ada tanda-tanda mau melahirkan lagi ya? Tapi saya
perhatikan jalan lahirnya beberapa kali masih tampak mengucurkan darah segar.
Dan si induk kucing ini sudah sangat gelisah, persis kayak orang sedang
kontraksi, bolak-balik cari posisi ke sana kesini tidak ada yang nyaman.
Bedanya, tiap kali ada darah mengucur tiap kali itu pula si induk kucing
menjilatinya sampai bersih. Itulah makanya jangan heran, ketika kucing
melahirkan tempatnya tidak akan kotor karena semua darahnya akan langsung
‘dibereskan’ sang induk itu sendiri.

Setelah hampir
setengah jam, akhirnya …. keluar sesuatu dari jalan lahir itu! Warnanya pink
dan berkerut-kerut, bukan bayi kucing! Saya terpana sampai lupa merekam. Begitu
sadar beberapa detik sesudahnya baru kamera on (saya ingin mengupload videonya
tapi kok tidak berhasil ya?). Lalu tak lama kemudian si induk mengangkat kepala
dan hap! Ia memakan sesuatu itu! Lalu kriet, kriet, kriet! Ia mengunyahnya!
Lalu glek! Ia menelannya! OMG!
Oalah … rupanya
plasenta kucing tadi itu! Maka bersamaan dengan itu terlepaslah saluran
penghubung antara si bayi kucing dengan plasentanya. No scissor, no knife, just some sharp teeth!
Berhubung saya
pernah menyaksikan tayangan yang menjelaskan bahwa plasenta kucing memang akan
dimakan oleh sang induk dengan tujuan menumbuhkan ikatan kasih si induk
terhadap anaknya, begitu kata penelitian, maka saya tidak terlalu heran dengan
perilaku si kucing. Cuma kaget saja tadi … ooohhh rupanya itu toh plasenta,
maklum selama ini tak pernah lihat plasenta sih hehehe.
Saya masih
berharap akan melihat kelahiran bayi kucing lagi setelah keluarnya plasenta
itu. Tapi sepertinya harapan saya tidak terkabul. Karena setelah itu, si induk
kucing bangun dan pergi mencari air minum. Yaaahhh …. Pertunjukan telah
berakhir rupanya. Tapi tak apalah … saya sudah cukup puas bisa menyaksikan
sendiri momen langka seperti itu dan
membagi kisah ini dengan kawan semua.
Oh iya, satu hal
lagi yang saya saksikan dari momen berharga saat itu adalah tentang IMD,
Inisiasi Menyusui Dini. Pada bayi kucing hal tersebut berlaku pula. Ketika si
bayi kucing masih dalam proses dibersihkan oleh sang induk, secara naluri
makhluk kecil yang lemah itu sudah langsung mengendus-endus di sekitar tubuh
induknya, mencari tempat ASIK, Air Susu Induk Kucing. Dan si induk juga tak
berupaya, semisal menggendong si bayi agar segera menemukannya atau semacamnya
atau memberinya sufor mungkin #halah, tapi ia dengan ‘tega’ membiarkannya
mencari sendiri. Dan akhirnya memang dapat sih … IMD J
Well,
subhanallah … betapa Sang Khalik telah menciptakan seluruh makhlukNya lengkap
dengan ‘manual book’nya. Sudah include semuanya … hingga naluri kucing pun
tercipta sepaket dengan si kucing. Makanya tak pernah ada terdengar RSBK, Rumah
Sakit Bersalin Kucing -___-“”
Hanya saja,
sayang sungguh sayang, cerita ini tak berakhir bahagia. Karena ketika sore hari
menjelang, beberapa jam setelah si bayi kucing lahir, datanglah seekor kucing
jantan. Tadinya saya pikir bapak si bayi kucing yang hendak datang menjenguk.
Yah terserah lah, pikir saya. Saya juga tak ingin terlalu memikirkan
kucing-kucing itu karena si induk kucing sebenarnya juga bukan kucing adopsi
resmi saya. Ia hanya seekor kucing penghuni halaman belakang saya saja. Jadi
saya membiarkan saja ketiga kucing itu bertemu.
So sweet … baru
saja saya berpikir seperti itu ketika tiba-tiba saya mendengar si induk kucing
menggeram-geram marah. Lalu saya buru-buru ke halaman belakang untuk mengecek.
Dan kawan tahu apa, si bayi kucing lenyap! Dan si kucing jantan ngacir pergi.
Hingga saat saya menulis postingan ini tidak pernah lagi ada tanda-tanda
keberadaan si bayi kucing itu. Entahlah apa yang sebenarnya terjadi, hanya
Tuhan dan kucing-kucing itu yang tahu….