 |
sumber gambar tertera |
Siapa yang tak kenal canda? Siapa yang
tak pernah bercanda dalam hidupnya? Ada nggak ya kira-kira orang seperti itu?
Sebab seseorang sekaliber pemuka agama saja kadang bercanda kok. Malah ketika
penyampaian ceramah tidak dibumbui guyon segar terkadang akan membuat jemaah
jadi ngantuk. Benar tak?
Bukan haram namanya bercanda itu,
boleh saja. Hanya saja terkadang saya sering mendapati candaan yang menurut
saya tak patut, atau setidaknya ketika saya mendengarnya atau membacanya
melalui media sosial seseorang, bunyinya sangat mencengangkan. Alih-alih
membuat saya tertawa justru membuat kening mengernyit dan hati bergumam, “Macam ini bercanda? Dimana lucunya?”
Kawan pernah mengalaminya? Paham
dengan apa yang saya maksud?
Untuk memperjelas berikut akan saya coba
untuk mengurai maksud saya dengan cara mengklasifikasikan tiga hal yang menurut
saya tidak seharusnya dijadikan bahan candaan. Bukan kenapa-kenapa tapi memang
tidak lucu, sekali lagi menurut saya, menjadikan hal-hal berikut ini sebagai
bahan candaan. Kalaupun memang terasa lucu maka saya biasanya akan berusaha
sekuat mungkin untuk tidak ikut-ikutan tertawa…
Tak jarang saya membaca atau bahkan
mendengar candaan dalam hal ihwal keyakinan. Tak perlu saya sebut contohnya.
Saya yakin kawan paham maksud saya. Saya kadang tak habis pikir kok bisa sih
seseorang membuat lelucon tentang sesuatu yang terkait dengan keyakinannya.
Astaga! Keyakinan ini loh! Sesuatu yang mengikatmu, menjadi nyawa dalam tiap
embusan napasmu. Sesuatu yang kau yakini … dan kau menjadikannya candaan.
Berusaha membuat orang menertawainya dan di ujung guyonmu kau mengatakan, “Serius amat sih nanggepinnya, santai dikit
napa!” Haaah?! Jujur saja menghadapi kenyataan semacam ini seringnya saya
hanya bisa melongo. Bingung, ini akal saya yang salah mencerna atau bagaimana?
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka,
tentu mereka akan menjawab : sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan
bermain-main saja. Katakanlah, apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya,
kamu selalu berolok-olok?” (At-Taubah ; 65)
Jamak terjadi dalam tayangan televisi,
acara-acara lawak yang aneh bin ajaib. Betapa tidak, kadang yang dijadikan
bahan lucu-lucuan adalah kondisi fisik seseorang yang diberi kekhususan oleh
Yang Maha Mencipta. Tak perlu saya sebut juga contohnya. Saya yakin kawan paham
maksud saya. Bahkan ketika yang bersangkutan ikut tertawa, menyatakan tidak
keberatan dijadikan lelucon, namun siapa yang tahu jauh dalam hatinya seperti
apa? Siapa yang tahu perjuangan untuk berdamai dengan keadaan dirinya itu
seberat apa? Lagipula soal fisik itu adalah karunia. Bukankah kita tidak pernah
diberi check list oleh Tuhan tentang item-item seperti apa saja yang kita
inginkan dalam fisik kita? It’s a gift. Right? Kok bisa-bisanya seseorang
membuat candaan mengenainya. Untuk kepentingan komersil pula…
Saya masih ingat dengan jelas ketika
negeri matahari terbit, Jepang, dilanda tsunami tahun 2011. Selain ungkapan
turut berduka yang ramai diunggah para pengguna media sosial di seluruh dunia,
kok adaaa aja oknum-oknum tertentu yang sempat-sempatnya membuat candaan
berkenaan dengan bencana itu. Itu lho yang mengaitkannya dengan tak berdayanya para
superhero idola anak-anak asal Jepang, semacam Ultraman, Sailormoon, Gogle V
dan lainnya. Ya ampun, niatnya apa, menghibur lara?
Yah, semacam itulah. Bagaimana
menurutmu?
(Ketika
membuat tulisan, apapun judul dan kontennya, tak pernah sedetik pun tebersit rasa
bahwa saya adalah seorang manusia yang sempurna, tiada bercela. Saya adalah
manusia biasa, banyak dosa dan khilaf, sangat semprul-na malahan. Apapun yang
saya kemukakan seringnya justru adalah sebagai bahan pengingat diri. Bila ada
prinsip yang benar atas apa yang saya utarakan maka Alhamdulillah … jika masih
ada yang salah, Insha Allah, I’m an open minded person. Jadi ,tinggal kritik
saja J)