6.12.11

Please… Jangan suruh si Komo pindah ke Makassar!

Pagi ini (5/12/11) selepas mengantar anak saya ke sekolah, saya pergi ke SPBU karena motor saya sudah sangat kritis bensinnya. Lokasi SPBU tidak jauh dari kompleks saya (Telkomas) yaitu di Jl. Perintis Kemerdekaan, sebelum pintu II Universitas Hasanuddin. Selesai membeli bensin, full-tank, saya bergegas hendak pulang kembali ke rumah. Maksud hati ingin segera sampai karena banyak pekerjaan rumah menumpuk eeeh saya kaget karena di depan SPBU sudah mengantri aneka jenis kendaraan, motor, mobil, pete-pete, truk… macet bo! Wah wah, gawat nih, soalnya untuk balik lagi ke Telkomas saya harus berputar dulu tepat di depan pintu II Unhas, sekitar 100 m dari SPBU. Mudah-mudahan macetnya tidak serius, batin saya.

Alhamdulillah, ternyata penyebab bertumpuknya kendaraan bukan(bisakah dianggap begitu?) karena sesuatu yang serius. Tapi ya karena itu tadi, di tempat berbelok  yang saya maksud sedang dalam kondisi high-traffic. Pastinya para mahasiswa, dosen, dokter, perawat bahkan pasien banyak yang menggunakan akses tersebut untuk masuk ke kawasan kampus ataupun tiga rumah sakit besar, melalui pintu II itu, selain juga masyarakat umum seperti saya yang sekedar membelok saja. Setelah ikut merayap sejenak bersama ratusan kendaraan saya berhasil lolos dan kembali bergegas pulang.


Itu tadi hanya sekilas gambaran mengenai kota Angin Mamiri ini, kotanya bapak ketua KPK yang baru, Abraham Samad, he he he. Geliat pembangunan terjadi dimana-mana. Proyek pelebaran jalan terjadi di sepanjang jalan-jalan utama, yang menurut saya nampak paling mencolok diantara geliat pembangunan lainnya dan biasanya paling membuat Makassar manglingi bagi kawan-kawan yang aslinya tinggal disini namun sudah lama tak pulang kampung.

Memungkinkan agar lebih banyak kendaraan tercover, pastinya menjadi salah satu tujuannya. Ahh, saya sebagai rakyat biasa penghuni the rising city ini, benar-benar berharap semoga, mudah-mudahan, aamiin ya Allah, para penanggungjawab kota apapun judul jabatannya, serius mengatur keseimbangan antara semakin melebarnya jalan raya dengan kemungkinan semakin meningkatnya jumlah kendaraan. Supaya apa? Supaya tidak ada celah bagi si Komo untuk lewat di Makassar! Karena menurut saya selengkap apapun sebuah kota, entah dengan label metropolitan, megapolitan dan sebagainya tapi kalau macet aiihhh … payah! Tabe’di’ …..

3 komentar:

  1. tapi kayaknya simbol kota metropolitan itu klo
    sudah macet... He..
    Saya ingat sentilan temenku waktu sama2
    masih kuliah dulu, pulang dr kampus jalanan
    macet, padahal ga semacet
    sekarang..."makassar sudah jadi kota metropolitan, sdh macetmi juga :)"

    BalasHapus
  2. blognya sy follow yah..klo berkenan follow balik

    BalasHapus
  3. okey .. saya meluncur ke tekape ^_^

    BalasHapus