10.12.16

Gita Cinta Dari SMA : Kisah Cinta Klasik Galih dan Ratna (Review Novel)

Siapa tak kenal Galih dan Ratna? Dua sejoli yang menjadi tokoh utama sebuah novel bertajuk Gita Cinta Dari SMA. Novel legendaris karya Eddy D. Iskandar yang gaungnya sudah tak asing bagi generasi remaja tahun 90-an.

Jujur saja, meski tokoh Galih dan Ratna tak asing bagi saya, tapi cerita sebenarnya tentang mereka berdua baru benar-benar saya pahami sekarang, ketika novel Gita Cinta Dari SMA tersebut dirilis ulang. Secara penampakan novel ini tipis, sangat memungkinkan untuk dilalap dalam waktu sejam saja. Gaya penulisan yang dipakai pun sederhana, namun diksinya cukup kuat.
Sunyi itu kadang-kadang mengerikan.
Sepi itu kadang-kadang melelapkan.
 

Saya menemukan beberapa kosa kata yang cukup membuat tergelitik seperti istilah 'perempuan bau bensin' (halaman 10). Pada masa itu cewek matre sepertinya identik dengan perempuan bensin. Munculnya ungkapan ini seiring dengan tokoh Galih yang adalah seorang anak SMA yang naik sepeda ke sekolahnya. Ketika Ratna minta dibonceng pulang, Galih selalu menolak dengan alasan takut membuat Ratna malu. Nah, disinilah Ratna menyebut bahwa dirinya bukan perempuan bensin. Kalau dibawa ke zaman sekarang perempuan bensin sepertinya akan diupgrade menjadi perempuan pertamax?



Dikisahkan bahwa Ratna adalah gadis remaja asal Yogyakarta yang ikut ayahnya pindah tugas ke daerah Jawa Barat, menurut dugaan saya. Saya katakan demikian karena seingat saya tidak ada penyebutan setting tempat selain keterangan bahwa ayah Ratna sebelumnya bertugas di dinas pertanian Indramayu. Hal ini membuat Ratna harus pindah sekolah, ke sekolah tempat Galih menuntut ilmu. Ratna digambarkan sebagai seorang remaja jelita yang gampang membuat para pria jatuh suka. Namun tidak demikian halnya dengan Galih. ia selalu bersikap acuh. Ketika kawan-kawan pria Ratna berebut berkirim salam hingga menawarinya boncengan, Galih malah cuek. Hal inilah yang justru membuat Ratna penasaran dengan Galih, dan malah membuatnya tertarik.

Ya, Ratna naksir Galih. Dan secara diam-diam Galih pun demikian. (ingat kan tadi bahwa Ratna ini adalah tipikal perempuan cantik yang mudah membuat semua laki-laki suka). Berbeda dengan Galih yang tidak berani mendemonstrasikan perasaan, sebaliknya Ratna justru adalah bukan tipe orang yang pandai menyimpan rasa. Ia adalah tipe orang yang tidak sungkan mengutarakan rasa. Dalam sebuah kesempatan ketika rantai sepeda Galih lepas, Ratna menghampiri Galih kemudian mengusap peluh Galih dengan sapu tangannya. Diceritakan juga beberapa kali Ratna secara terbuka meminta Galih mengantarnya pulang dengan membonceng sepedanya.

Singkat cerita akhirnya Galih dan Ratna berpacaran. Seluruh kawan baik mereka mendukung. Dikisahkan bahwa kelas tempat keduanya belajar merupakan kelas yang kompak, termasuk dalam urusan pacar-pacaran ini. Bahkan hingga ketika sampai di puncak konflik cerita, yaitu ayah Ratna tidak menyetujui hubungan mereka, kawan-kawan keduanya memegang peranan penting dalam kelangsungan hubungan mereka. Seperti saat Ratna dilarang bersekolah gara-gara pacaran dengan Galih, kawan-kawannyalah yang berkomplot meminta Galih pura-pura menuliskan surat putus cinta dengan Ratna.

Bagi saya pribadi, alih-alih Galih dan Ratna, karakter yang cukup kuat membekas di ingatan dari novel Gita Cinta dari SMA ini justru adalah ayah Ratna dan Pak Direktur sekolah. Ayah Ratna adalah seorang yang keras menentang hubungan anak perempuannya. Ia beralasan bahwa moyang mereka (Jawa) melarang mengawini orang Sunda. Atas ketidaksukaannya terhadap hubungan Ratna dan pacarnya, ia bahkan diceritakan sampai menampar pipi putrinya. Di lain kesempatan Ratna bahkan didorong hingga jatuh dan hidungnya berdarah gara-gara kedapatan pacaran malam-malam di bawah siraman hujan.

Ya, salah satu yang cukup membuat saya ter-wow dari novel Gita Cinta Dari SMA ini adalah kisah pacaran Galih dan Ratna. Kalau Anda pernah membaca Twilight, ya begitulah kira-kira gayanya. Edward dan Bella adalah semacam Galih dan Ratna versi Amerika. Dan ini membuat saya batal mengizinkan putri saya membaca novel ini. Ngeri ah! :p

"Kenakan kembali pakaianmu. Aku lebih senang tubuhmu terbungkus rapi daripada berpakaian bikini." (halaman 80). Sebuah dialog yang terjadi manakala Ratna habis berenang bersama kawan-kawannya lalu ia duduk di dekat Galih. Dari sinilah ayah Ratna muntab hingga menamparnya, setelah mengetahui putrinya pergi berenang bersama kawan-kawannya, termasuk Galih.

Pak Direktur sekolah, yang muncul di awal dan di akhir cerita, tampil heroik dalam novel yang kental dengan percintaan ini. Ia muncul dengan petuah super bijaknya menasehati Galih. Saat itu diceritakan bahwa Ratna hanya boleh kembali sekolah untuk menghadapi ujian akhir hanya jika ia berpisah kelas dengan Galih, atas permintaan ayahnya. Maka demi kebaikan semua orang, sang Pak Direktur sekolah meminta Galih mengalah. Beliau memahami gejolak hati muda-mudi tersebut namun menurutnya akal sehat harus tetap dipakai. Apalagi Galih dan Ratna masih muda, jalan panjang masa depan masih terbentang luas. Jika keduanya saling mencintai dan memang berjodoh kelak pasti akan ketemu jalannya. Kurang lebih demikianlah isi petuahnya. Saya membayangkan zaman sekarang ada seorang kepala sekolah memanggil muridnya dan mengatakan nasihat sedemikian. Alamak alangkah nyess-nya, ya!

Dan, ya, begitulah. Di akhir cerita novel Gita Cinta Dari SMA ini, Galih dan Ratna harus berpisah. Maaf bukan bermaksud spoiler, karena novel ini statusnya novel klasik yang sudah beberapa kali diangkat ke layar lebar, bukan? Isi ceritanya sudah bukan rahasia lagi, jadi saya pikir bukan masalah jika membahas endingnya. Saya bukan penggemar akhir cerita yang sedih. Pun soal Galih dan Ratna ini. Saya pikir lain kali mungkin seharusnya kisah ini ditulis kembali dengan versi yang diperpanjang. Banyak sisi yang bisa diekplorasi. Juga karena pada akhirnya Galih dan Ratna terpisah bukan seperti kata ayahnya soal adat Jawa vs orang Sunda. Tapi rupanya Ratna secara sepihak sudah dijodohkan dengan putra koleganya yang baru saja lulus dari fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar