5.12.11

Adik-adikku si Jawa Beta

Kurang lebih seminggu yang lalu, adik perempuan saya, si bungsu, meminta saya membuat tulisan tentang masa kecil dia berdasarkan arsip memori saya. Kata dia, rasanya saya jadi orang kok tiba-tiba besar aja, gimana sih saya waktu kecil dalam memori seorang kakak?

Terus terang saya agak bingung karena ketika saya berusaha menggali memori saya tentang masa kecil dia, kok sedikit sekali yang saya dapat ya? Akhirnya saya menemui mama saya dan menanyakan bagaimanakah ketika  saya dan adik-adik masih kecil, apakah kami akrab, sering bermain bersama, sering bertengkar atau bagaimana? Ternyata mama saya menjawab, yaaah lebih sering mainnya asyik masing-masing, sendiri-sendiri. Waduh! Pantas saja arsip memori saya sedikit, ternyata memang kurang interaksi.

Saya dengan adik saya nomer dua, berselisih umur sekitar 4 tahun. Sedangkan dengan adik bungsu saya 9 tahun. Lumayan kan? Yang jelas memori tentang adik perempuan saya adalah ketika dia bayi dia lucu sekali, manis. Entah seberapa sering saya menggendongnya. Mungkin jarang karena saya pada waktu itu, di usia itu termasuk anak yang lebih senang bermain di luar rumah, keluyuran, macam si bolang-lah kalau sekarang. Salah satu memori yang saya ingat justru saat adik saya sudah bersekolah di TK, saat itu kami berdomisili di Ambon. Saya ingat pernah disuruh mama menjemputnya di sekolah. Itu saja. Parah ya saya :(. Ada sebuah cerita tapi sumbernya dari mama yang mengatakan bahwa adik saya sewaktu kecil hobi sekali makan pakai kecap. Ketika mama belum selesai memasak dan dia minta makan maka dia akan menawarkan makan pakai kecap saja. Baik sekali ya… Oh iya satu lagi memori tentang dia, saat itu kami masih tinggal di Bandung, berarti adik saya ini masih balita, mama pernah menangis gara-gara adik saya sakit kemudian hampir disuruh dirawat di rumah sakit. Tapi untung saja tidak jadi. Duh, tetap saja, benar-benar parah ya saya :(.


Justru soal adik lelaki saya, si tengah, ada satu cerita sangat menarik yang tidak akan pernah saya lupakan. Pada suatu sore adik saya sedang bermain di luar menarik mobil-mobilan dengan memakai tali. Posisinya berjalan mundur karena dia ingin jalan sambil melihat mobil-mobilannya. Tanpa disadari di belakang dia ada sebuah hong(saya tahunya sebutannya seperti itu entah bahasa bakunya apa. Itu lho saluran pembuangan yang dibangun kira-kira beberapa meter ke bawah tanah) terbuka. Terjatuhlah dia ke dalamnya. Untungnya tidak ada luka yang serius. Ternyata memori yang mengerikan seperti itu lebih sulit untuk dilupakan ya.

Oh iya satu persamaan yang saya garis bawahi dan tebalkan dari kedua adik saya ini adalah sampai sekarang jika sedang asyik berbicara mereka masih menyebut dirinya ‘beta’, iya sapaan khas Ambon itu. Ternyata tanpa disadari selama tiga tahun di Ambon dulu mampu melekatkan kata ‘beta’ ini dengan erat di ingatan mereka. Mereka selalu geli sendiri dengan kenyataan ini. Bahkan suatu saat adik lelaki saya pernah menyatakan ingin melakukan ‘ritual buang beta’nya itu. Ha ha ha, jangan, dik! Keren lagi karena itu kan bukan suatu hal yang dibuat-buat :D

Renungan saya atas pengalaman bersama adik-adik semasa kecil, sekarang sebagai seorang ibu adalah bagaimana caranya untuk berusaha mendekatkan anak-anak saya, saling memperhatikan, saling peduli, sedari kecil. Mereka boleh berselisih pendapat, bertengkar tapi harus selalu tetap saling menyayangi. Sampai kalian dewasa dimanapun berada kelak, tetaplah selalu saling menjaga antara kakak dan adik, begitu pesan saya buat anak-anak.

(P.S : Maaf, Nis cuman begini doang)

1 komentar: