Seringkali terjadi dalam sebuah
penerimaan murid baru sekolah dasar, kemampuan membaca menjadi salah satu
syarat wajibnya. Entah di sekolah-sekolah negeri, yang jelas di sekolah swasta
hal ini sudah menjadi semacam ‘kemakluman’. Saya jadi terkenang dengan masa
kecil saya dulu. Kebetulan saya tidak termasuk anak yang berkesempatan
mengenyam bangku taman kanak-kanak. Jadi pendidikan formal pertama saya adalah
langsung sekolah dasar. Yang berarti ketika itu saya masih buta aksara sama
sekali. Mengingat zaman saya kecil dahulu tidak seperti sekarang di mana aneka
metode yang ditawarkan bagi para orang tua untuk membuat anak mampu cepat
membaca sedari dini menjadi semacam tren.
Saya tidak mempunyai dasar ilmu
psikologi atau apa pun untuk membantah keberadaan metode-metode cepat membaca
seperti itu. Selama satu hal penting ini tetap diperhatikan yaitu sang anak
tidak berkeberatan untuk belajar membaca sejak dini, katakanlah sejak umur tiga
tahun, tentu hal itu tidak menjadi masalah. Asal bukan demi ambisi orang tua
saja sehingga anak-anak terpaksa harus belajar membaca terlalu cepat.
Toh akhirnya saya bisa membaca juga. Saya
tidak ingat kapan tepatnya saya bisa membaca. Saya juga kesulitan mengenang
siapakah gerangan guru saya yang telah berhasil menjadikan saya bisa membaca.
Terlepas dari itu semua, satu-satunya hal yang melekat erat dalam memori saya terkait
pelajaran membaca adalah sebaris kata yang berbunyi “INI BUDI”. Kalimat
sederhana itu menjadi semacam kata ajaib yang menjadi kunci bagi saya untuk
memasuki dunia huruf. Mengagumkan. Meski sekarang terkadang saya jadi geli
sendiri jika memikirkan siapakah sesungguhnya Budi dan keluarganya ini sehingga
dipilih menjadi kata kunci ajaib pelajaran pertama membaca ketika itu?
selera saya membaca novel kira-kira nurun tidak ya ke anak-anak? |
Lalu mengapa di masa kini sepertinya
semua orang begitu terburu-buru menginginkan anaknya bisa membaca? Sekali lagi,
jika sang anak sendiri tak berkeberatan dan memang mampu dan mau, tentu itu
bukan masalah. Yang menjadi persoalan adalah ketika sang anak tidak mau tapi
orang tuanya memaksa. Jangan sampai jika kita melakukan hal seperti itu kelak
justru akan berdampak buruk dan menjadi bumerang bagi anak-anak kita. Lagipula
apa sesungguhnya motif dan tujuan kita menginginkan anak-anak lekas bisa
membaca?
Bagi saya pribadi, lebih baik anak
saya cinta membaca ketimbang sekadar bisa membaca. Karena terdapat perbedaan
makna yang sangat besar di antara kedua frase kata tersebut. Bisa membaca dan
cinta membaca. Jangan sampai seorang anak bisa membaca akan tetapi ia tidak
cinta membaca sehingga membaca menjadi hanya sekadar formalitas belaka. Itu
yang berbahaya. Cinta membaca, menurut pendapat saya efeknya lebih abadi, yang
berarti berlaku untuk jangka panjang. Karena dengan cinta membaca anak-anak
akan mencintai bacaan yang berarti dalam perjalanannya mereka akan selalu
mencari sumber bacaan, buku salah satunya. Dan karena buku adalah jembatan ilmu
maka cinta membaca sudah dipastikan akan menjadi bekal yang bermanfaat bagi
anak-anak kita.
Pertanyaannya kini bagaimanakah
membuat anak cinta membaca? Entahlah. Berbeda halnya dengan cara membuat anak
bisa membaca, saya tidak berani mengklaim bahwa saya mempunyai teori khusus untuk
membentuk anak yang cinta membaca. Namun, saya mempunyai sedikit tips
berdasarkan pengalaman saya dengan kedua buah hati saya. Bukan berarti saya
merasa telah berhasil membuat mereka cinta membaca, tidak. Saya pun masih
berusaha. Still on progress. Seiring sejalan dengan pepatah bijak yang berkata “Tuntutlah ilmu semenjak dari buaian hingga
ke liang lahat”, yang berarti mendidik anak agar cinta membaca pun adalah
pekerjaan seumur hidup.
- Perkenalkanlah bacaan kepada anak bahkan sejak mereka dalam kandungan Selain kitab suci, ambillah surat kabar, buku-buku bahkan jurnal politik, kedokteran atau apa saja dan bacakan itu kepada janin sembari meniatkan bahwa hal itu adalah sebuah tabungan kebaikan yang kita pupuk untuk bekal masa depannya kelak.
- Kenalkanlah buku sedari dini kepada anak-anak Tak perlu khawatir buku itu akan mudah rusak karena eksplorasi mereka. Ketika kita mengenalkan buku, jelaskanlah bahwa kertas itu mudah robek dan buku itu adalah untuk dibaca bukan untuk yang lain. Lagipula zaman sekarang bahkan ada buku berbentuk bantal yang anti robek. Namun bukan itu intinya. Intinya adalah anak mengenal buku. Itu yang paling utama.
- Jadikanlah membaca buku sebagai ritual pengantar tidur Sejak anak pertama, saya telah menerapkan kebiasaan ini. Meski saya lelah dan mengantuk akibat aktivitas sehari-hari sekalipun, membacakan cerita dari buku adalah hal wajib selain berdoa yang harus dilakukan untuk anak-anak. Terutama sebelum mereka bisa membaca sendiri. Selain menumbuhkan ikatan batin yang harmonis dengan anak tentu saja hal ini bertujuan menumbuhkan kecintaan mereka pada buku. Apalagi jika cara kita membacakan cerita dibuat semenarik mungkin. Dijamin anak-anak pasti akan suka.
- Siapkanlah anggaran khusus untuk buku Secara rutin setidaknya sebulan sekali ajaklah anak-anak ke toko buku dan biarkan mereka memilih sendiri buku favoritnya. Atau apapun yang perlu dilakukan sehingga anak-anak secara berkala mendapatkan sumber bacaan baru. Bahkan satu hal yang kadang saya lakukan adalah menuliskan cerita ala saya khusus untuk mereka.
- Jadikanlah buku sebagai pusat perhatian di dalam rumah Usahakanlah, sesederhana apapun itu, adakanlah semacam perpustakaan pribadi yang keberadaannya menjadi pusat perhatian. Book as the center of the house. Bahkan saya sengaja menempatkan rak buku saya di ruang tamu agar dari sudut manapun buku akan selalu menjadi pemandangan utama bagi anak-anak (selain karena memang rumah saya mungil hehehe)
- Jadilah teladan yang sama mencintai buku Meski mungkin kita sebenarnya tak terlalu suka membaca, setidaknya sesekali biarkanlah anak-anak menyaksikan kita memegang buku atau koran atau apa saja sumber bacaan. Namun berhati-hatilah dengan sumber bacaan yang berasal dari gadget karena entah kenapa gadget di mata anak-anak identik dengan hiburan. Jangan sampai mereka salah paham, dikiranya kita asyik main game atau sekadar fesbukan mungkin, padahal sebenarnya kita sedang membaca, meriset atau bahkan membuat tulisan seperti yang sering dikira anak-anak saya terhadap saya.
perpustakaan sederhana kami |
Keenam poin yang saya beberkan di atas
tentu bukanlah sebuah harga mati. Setiap orangtua pastinya memiliki formula
khusus yang diterapkan pada masing-masing buah hatinya. Apalagi setiap anak
adalah unik. Apapun itu semoga semua anak-anak di manapun berada akan bertumbuh
menjadi sosok yang cinta baca sehingga mampu mengisi dunia ini dengan segala
kebaikan.
koleksi twilight juga ya :) semoga menurun ya minat bacanya sama anak2. kalau dulu sih memang gitu ya masuk SD belum bisa baca ,sekarang keteter kalau belum bisa baca
BalasHapuskalo saya pengen anak saya nanti bisa baca dan mencintai membaca
BalasHapustapi kalo kepada anak anak tentunya diperkenalkan pada bacaan khusus anak anak
masa kecil saya dulu senang baca majalah bobo
Senada dengan mbak Lidya...koleksi Twilight-nya lengkap...mauuuu
BalasHapusSaya juga lupa Mbak, siapa guru yg berperan membuat saya bisa membaca. Tapi saya ingat br bisa membaca saat kelas 2 Sd..karena pas naik kelas itu saya msh belum bisa baca. Keren kan..naik kelas tapi blm bisa baca.
Hobi membaca memang tdk bisa di diktekan..kita hanya bisa membiasakan dan selanjutnya kembali pada di anak. Saya mencoba utk mengajari keponakan suka membaca tapi sampai sekarang belum ada yg hobi membaca spt saya...padahal level hobi membaca saya sendiri parah [kurang dr standar kayaknya]
Pengennya kelak jika punya anak sendiri, mereka juga suka membaca buku dan sekitarnya
aku malah menanamkan suka nulis ke anak
BalasHapusasumsiku yg gemar nulis pasti mau banyak baca
tapi belum tentu sebaliknya
Sip :D
BalasHapusSemoga semakin banyak generasi yang cinta membaca ya...
Kalau saya bisa baca dulu bu.. baru gemar baca :D
BalasHapusCinta membaca atau gemar membaca memang harus kita jadikan gerakan nasional ya, Mbak. Itu bisa terwujud tentunya harus dimulai dari diri sendiri ya, Mbak. Keteladanan kita insya Allah akan ditiru pula oleh anak-anak.
BalasHapusCool...
BalasHapusAku baru suka banget baca baru baru aja, padahal sebelum TK aku udah bisa baca hihihi!
Sama mbak di rumah selalu ada buku. Tapi sebagian besar buku di 'perpus' rumahku sudah dikardusin, karena lemarinya rayapan, yang tersisa disumbangkan hehehe...
Di WC aja tumpukan buku ada banyak hahaha :D
aku kebetulan punya keponakan yang diusaianya 3 tahun sudah mulai menyukai bacaan2, (walaupun masih di bacakan) dia selalu minta di bacakan kalau liat buku dengan gambar menarik, seperti majalah bobo contohnya, seneng rasanya kalau lagi tiduran b2 sambil bacain dia nyimak banget (kebayang muka sok seriusnya) dan oia skalian infoin dh buat yang suka baca coba deh cari di gramedia atau toko buku terdekat buku judulnya "Melihat Tanpa Mata" dan "Diaryberry" keduanya dari penulis yang sama, isi bukunya inspiratif dan ngena banget. khusus yag "diaryberry" ini pertama di dunia, ternyata si penulis, menulis ceritanya melalui blackberrynya di biskota setiap kali dia pulang kerja, dan isinya banyak tentang hal yang dia alami sehari-hari, dia selalu broadcast ke semua kontak BBnya, sampai akhirnya ada penerbit yang menawarinya menerbitkan tulisannya itu ke buku... inspiratif banget... WAJIB di baca nh
BalasHapus