10.10.12

Cara Mencegah dan Menanggulangi Tawuran


Sedih terasa di hati tatkala meyaksikan siaran berita di televisi yang mengabarkan bahwa lagi-lagi seorang siswa SMU tewas akibat tawuran. Terbayang duka yang dirasakan para orang tua, baik itu dari pihak korban maupun pelaku. Belum lagi siswa-siswi lain yang pastinya juga ikut shock mengetahui nasib kawan-kawannya itu. Sedangkan saya yang ‘hanya’ sebagai seorang pemirsa pun rasanya prihatin sekali. Masya Allah, kok bisa terjadi lagi sih yang seperti ini? Sampai-sampai tebersit sebaris tanya di dalam benak sebenarnya bagaimana seharusnya cara mencegah dan menanggulangi tawuran ini?

Sesaat pikiran saya pun melayang jauh menembus ruang memori sejarak sekitar 18 tahun ke belakang jauhnya….

Saya menghabiskan sebagian besar waktu menjalani jenjang pendidikan menengah terakhir, atau ketika itu namanya masih disebut SMA, di sebuah kota nun jauh di Indonesia timur yaitu Ambon. Tepatnya dua tahun saya mengenyam pendidikan di bangku SMA di sana. SMAN 1 Ambon nama sekolah saya itu. Dari segi posisi, sekolah saya itu letaknya tepat berdampingan, hanya terhalang pagar besi rendah saja sebagai pemisahnya, dengan sekolah menengah atas lain. Adalah SMAN 2 Ambon, nama sekolah yang menjadi tetangga sangat dekat dari sekolah saya itu.

Jika para murid beraktivitas di lapangan masing-masing sekolah, kami sungguh bisa saling melihat satu sama lain. Jika ada event di masing-masing sekolah, kami pun bisa saling mengintip dan menonton. Bahkan jika di antara kami ada yang berteman lintas sekolah, tentu saja melalui pagar yang rendah itu bisa sesaat saling bertemu di sela jam bebas belajar.
Sejauh yang saya ingat, dengan kondisi yang seterbuka itu Alhamdulillah tidak pernah kemudian terjadi yang namanya persinggungan-persinggungan yang tidak selayaknya. Apalagi tawuran hingga menyebabkan hilangnya nyawa.

Bercermin dari memori  itu, saya jadi membatin keheranan, lantas mengapa belakangan ini kejadian-kejadian memilukan berjudul tawuran anak sekolahan menjadi marak? Maksud saya, membayangkan posisi SMA saya yang berdempet bak kembar siam dengan sekolah lain itu, ketimbang sekolah-sekolah yang dilaporkan melakukan tawuran akhir-akhir ini. Seharusnya potensi konfliknya lebih besar, bukan? Atau mungkinkah itu berarti dalam hal ini sesungguhnya posisi tidak ada hubungannya sama sekali dengan akan terjadi atau tidaknya tawuran ya? Entahlah. Lalu apa sebenarnya penyebabnya?

Saya juga kemudian berusaha kembali menyelami pikiran saya sendiri ketika berusia 16 – 17 tahun, masa-masa SMA itu. Cukup heran karena sungguh saya tidak menemukan sedikitpun celah bagi sebuah kata bernama tawuran terekam di sana. Terlintas pun tidak. Apakah karena saya perempuan? Ah, tapi kan apa bedanya? Para wanita juga kadang suka tawuran, tawuran rambut, jambak-jambakan, jarene.

Yang ada malah saya menemukan sebuah kenangan bahwa pada satu waktu di masa SMA, saya justru pernah begitu disibukkan dengan kegiatan penelitian tentang teripang bersama enam orang sahabat saya. Penelitian yang cukup serius karena untuk mendapatkan data dan nara sumber, kami sampai menyeberang pulau hingga ke Saparua. Bertujuh saja! Kalau saya pikir-pikir lagi sekarang, saya kadang tak percaya kok saya berani melakukannya ketika itu!
AHA! Mungkinkah itu masalahnya? Masa-masa SMU sesungguhnya adalah soal darah muda, semangat belia, dan jiwa petualang baru yang menggelegak menjadi satu mendesak memenuhi ubun-ubun. Dan olehnya itu membuat para siswa di usia SMU, sadar atau tak sadar, harus melakukan sesuatu demi melampiaskan itu semua. Nah, yang menjadi bahaya adalah ketika mereka memilih jalur yang salah ketika hendak mengekspresikan semua letupan energi tersebut. Kombinasi salah dan tak sadar, mungkin masih bisa dianggap wajar. Namun, salah dan sadar, nah ini yang bahaya. Apalagi ketika konteksnya berbentuk tawuran. Bisa-bisa nyawa taruhannya.

Maka dari itu justru di situlah peranan kita sebagai orang yang lebih tua dari mereka untuk selalu membimbing, mengarahkan sekaligus mengayomi. Peranan orang tua dan keluarga di rumah juga peranan para guru di sekolah, semua harus saling bersinergi demi menjaga mereka. Dan menjadi salah satu kunci yang cukup penting  dalam upaya itu adalah rasa empati dan memahami para siswa SMU ini, terutama soal psikisnya. Agar pada akhirnya kita bisa menemukan langkah jitu untuk mencegah dan menanggulangi hal-hal yang tidak kita inginkan untuk terjadi di antara mereka.

Saya tidak akan menyebut hal-hal semacam meningkatkan keimanan dan ketakwaan dan semacamnya karena hal-hal tersebut meski tak terucap pastinya sudah menjadi kesepakatan kita semua secara otomatis. Namun sebagai sebuah saran praktis untuk mencegah dan menanggulangi tawuran, ijinkan saya untuk mengungkapkan hal berikut ini :

Jadikanlah para siswa SMU ini orang-orang yang selalu sibuk, kalau perlu berlakukan saja sistem jam sekolah yang full day sehingga tidak ada lagi kesempatan bagi siswa-siswi SMU untuk hanyut dalam kebengongan. ‘Bebani’ mereka dengan jadwal masuk sekolah dari pagi hingga sore ditambah lagi dengan tugas-tugas membuat paper, essay atau laporan-laporan penelitian ilmiah, budaya, bahasa atau apa saja asalkan berguna. Lalu beri mereka kesempatan untuk mempresentasekannya, mempertanggungjawabkannya.

Bayangkanlah jika para siswa SMU seluruh Indonesia disibukkan dengan kepadatan tugas sekolah seperti itu. Bakalan tidak ada lagi kesempatan untuk memikirkan hal lain seperti tawuran. Namun justru jangan heran jika malah nantinya akan tercipta jenius-jenius dan inventor-inventor baru yang akan berkontribusi besar terhadap kemajuan negeri ini.

Jadi ya begitulah ide sederhana saya mengenai cara mencegah dan menanggulangi tawuran ini. Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan J


Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu : Cara Mencegah dan Menanggulangi Tawuran

12 komentar:

  1. semangat buat kontesnya... ^_^
    Setop kekerasan.. :)

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas partisipasi sahabat.
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  3. semoga tawuran antar pelajar bisa segera dihentikan ya mbak

    sukses buat ngontesnya mbak ^^

    BalasHapus
  4. Esuer asik banget tuh penelitian teripang @.@
    Kalo SMAku dulu sebelahan sama SD, gak mungkin tawuran sama anak SD, hihihi...
    Aku juga bingung kok ada yang suka tawuran ya @.@

    BalasHapus
  5. Semoga inventor2 muda itu segera bermunculan ya...
    Kalau tawuran mulu, gak sempat berkarya deh jadinya...

    BalasHapus
  6. bener juga dibuat sibuk tapi harus dipiloh kesibukannya yang tidak membosankan :)good luck ya

    BalasHapus
  7. Jadi, dengan kegiatan yang padat dalam proses belajar mengajar, maka kemungkinan untuk tawuran menjadi terjauhkan ya, Mbak Risa. Semoga ngontesnya sukses ya, Mbak.

    BalasHapus
  8. mudah-mudahan budaya tawuran segera berakhir

    BalasHapus
  9. Semoga nanti gak ada tawuran lagi ... begitu parah generasi negri ini

    BalasHapus
  10. setuju, kesibukan dengan aktifitas positif akan mengalihkan kita dari hal2 negatif :)

    BalasHapus
  11. Mengenai menyibukkan anak2 SMA .. mirip dengan usulan saya di tulisan yang ikut kontes ini.
    Kita2 di Makassar cape ya kalo dengar kata :tawuran ... :|

    SUkses ya Icha :)

    BalasHapus
  12. Untuk setingkat Presiden memang diberikan satuan keamanan khusus yang bertugas melindunginya. Di Indonesia sendiri memang sudah ada UU atau payung hukum yang memberikan satuan pengamana khusus untuk mengawal atau menjaga keamanan kepala Negara.

    BalasHapus