4.10.12

123 Listrik : Antara Kenyataan dan Harapan

PROLOG

Gombalisme dunia pacaran selalu menarik untuk dibahas. Sepasang muda-mudi saling jatuh hati lalu memadu kasih dalam tali pacaran. Duh! Serasa dunia ini milik berdua, dipenuhi oleh bunga-bunga asmara. Cinta, cinta, cinta, itu saja yang mengisi benak mereka. Coba saja, andai tagihan listrik dimasukkan sebagai menu wajib dalam dunia pacaran, kira-kira masihkah pemikiran seperti itu tetap sama?


LISTRIK, LISTRIK, SEMUA LISTRIK

Listrik sebagai salah satu kebutuhan manusia yang paling krusial rasanya kini tak mungkin lagi dieliminir keberadaannya dalam kehidupan. Untuk pintar perlu listrik, untuk sehat perlu listrik, untuk cantik perlu listrik, untuk senang-senang perlu listrik, bahkan untuk kenyang pun perlu listrik. Listrik, listrik, semua listrik.

Cukup menggelitik sebenarnya tatkala kita meluangkan waktu sejenak untuk sedikit merunut ke belakang, betapa beberapa dekade sebelum ini ketergantungan akan listrik tidaklah segenting saat ini. Dan nyatanya kehidupan manusia kala itu juga baik-baik saja. Namun bandingkanlah dengan kehidupan sekarang. Jangankan sehari, setengah hari atau satu jam saja tanpa listrik, cukup untuk membuat tensi darah melonjak, jantung lebih kencang berdetak, kepala pening dan hati menggalau. Jika alasannya urgen, semisal untuk lalu lintas udara atau ruang gawat darurat, semua kita tentu mafhum bahwa sedetik saja tanpa listrik berarti nyawa taruhannya. Namun terkadang untuk alasan sepele, ketiadaan listrik seolah kiamat dunia saja padahal masalahnya hanya tak bisa meng-update status sosial media atau mungkin tak bisa memasak nasi!

Bukan berarti saya bermaksud mengajak kita semua untuk mundur ke zaman dahulu, tentu saja itu bukan solusi. Namun satu hal yang senantiasa tebersit dalam pikiran saya adalah bagaimana seharusnya kita memandang semua ini, tentang listrik dan dinamikanya dalam kehidupan kita, secara tepat dan proporsional?

1 2 3 : AKU dan PLN

Sebagai seorang penjaga gawang rumah tangga, saya sudah cukup kenyang menelan asam garam kelistrikan ini. Saya tidak sedang melebih-lebihkan pernyataan, karena memang yang saya alami seperti itu. Predikat saya sebagai seorang istri yang sudah berlangsung sekitar satu dasawarsa, membawa saya berpindah-pindah domisili : Bali, Jayapura, dan Makassar. Nah, ketiga kota inilah yang banyak mengayakan pengalaman saya bersama listrik.

Saya cukup beruntung pernah beberapa tahun tinggal di Jayapura, sejak 2004 - 2008. Selain kota itu memiliki bentang alam yang memesona, kondisi listrik di sana juga cukup luar biasa. Mati listrik beberapa kali sehari adalah sesuatu yang lumrah terjadi di sana. Ala bisa karena biasa, mau mengeluh juga tiada berguna. Toh mau mengeluh pada siapa karena memang seperti itulah adanya. Hingga akhirnya demi mengurangi dampak akibat mati listrik yang tak kenal waktu, meski bagi saya sesungguhnya yang paling banyak terkena dampak ‘hanya’lah terusiknya lini kenyamanan pribadi, kami pun menyiapkan perangkat sumber listrik cadangan berupa aki dan inverter. Sehingga setiap kali listrik dari PLN off, inverter mengambil alih. Lumayan, meski hanya sekadar menyalakan kipas angin, televisi dan sebuah bola lampu. Benar-benar sebuah pengalaman tak terlupakan, dan sangat mengayakan. Namun seperti yang sudah saya katakan hal itu justru membuat saya merasa beruntung. Beruntung sehingga ketika saya pindah dari sana saya bisa lebih mudah bersyukur. Beruntung juga karena dengan pengalaman itu saya bisa menceritakannya sekarang sembari nyengir-nyengir kuda.

Pengalaman lain lagi saya dapatkan ketika berdomisili di Makassar tepatnya setelah kepindahan saya dari Jayapura. Pernah pada suatu musim kemarau, terjadi suatu hal yang menurut saya agak tak lazim untuk terjadi pada kota besar semetropolitan Makassar. Makassar yang disebut-sebut sebagai gerbang utama Indonesia timur sekaligus pusat bisnis, investasi, dan banyak bla bla bla lainnya, pada kenyataannya listriknya sering on off. Berjam-jam pula. Memang kala itu sedang musim kemarau, akan tetapi haruskah hal itu layak dijadikan alasan? Sedangkan pada zaman dahulu di sebuah negeri di mana nabi Yusuf berada, paceklik berturut-turut selama 7 tahun pun bisa mereka tanggulangi.

Namun Alhamdulillah musim kemarau tahun itu rupanya menjadi pengalaman buruk terakhir saya tentang listrik di Makassar. Karena setelahnya bahkan hingga kini, sepertinya PLN telah menemukan solusi dalam mengatasi masalah krisis listriknya bahkan di musim kemarau sekalipun. Terbukti hingga Oktober ini meski hujan belum pernah benar-benar turun, namun listrik tak lagi on off seperti kala itu. Sekali-sekali padam tentu wajar. Namanya error tak mungkin tidak pernah terjadi, bukan? Yang penting selama ikan dalam kulkas tidak sempat mencair, it’s okelah…

pada suatu mati listrik di Makassar...

Tak seperti kedua kota tadi, satu hal yang cukup mengesankan adalah pengalaman saya dan listrik selama berdomisili di Denpasar. Rasa-rasanya saya tidak pernah mengalami kenangan buruk tentang listrik selama bermukim di kota yang terletak di sebuah daratan berjuluk Pulau Dewata itu. Entah, apa karena saya hanya sebentar saja menetap di sana, tak sampai satu tahun, atau karena ada faktor lain. Saya sendiri tak mengerti.


Turut menambah daftar pengalaman saya bersama PLN adalah soal layanan telepon 123 di mana saya termasuk seseorang yang pernah beberapa kali menggunakannya. Pernah sekali waktu, tiang listrik di dekat rumah saya tampak berasap. Peristiwa ini terjadi ketika saya berdomisili di Jayapura. Dengan segera saya menghubungi 123 karena panik dan tak tahu harus berbuat apa. Terlepas dari semua pengalaman orang lain tentang 123, untungnya pengalaman saya dengan nomor tersebut selalu baik. Aduan saya bersambut dan tak lama petugas berseragam dengan logo petir itu dengan sigap membereskan permasalahannya.

Lain lagi pengalaman saya, masih dengan 123. Kali ini kejadiannya di Makassar. Ketika itu di rumah akan dihelat hajatan pernikahan adik lelaki saya. Malamnya ketika persiapan dilakukan, tiba-tiba ada nyala sesaat seperti kembang api dari meteran listrik di rumah. Karena (lagi-lagi) panik dan ketakutan, saya kembali berinisiatif menelepon 123. Dan sama halnya dengan pengalaman sewaktu di Jayapura, ketika itu petugas yang mengenakan seragam dengan logo petir itu pun dengan sigap datang dan mengatasi gangguan. Yang kata mereka ketika itu adalah rumah kami kelebihan beban mengingat hampir semua alat listrik dinyalakan. Maklumlah namanya juga sedang ada pesta!

HARAPANKU buat PLN

Membincang mengenai listrik biasanya akan selalu berujung pada perdebatan. Setidaknya demikianlah yang seringkali saya amati di antara para pakar melalui layar kaca. Apalagi ketika yang dibahas adalah mengenai fluktuasi harga! Naik, turun, naik, tetap, naik … njelimet urusannya. Makanya meskipun ingin, saya tidak akan menyebut kalimat semacam ‘jangan menaikkan harga listrik’ sebagai harapan pertama saya buat PLN. Khawatir salah harap, sekaligus khawatir kecewa.

Apapun masalahnya, saya menyadari sesungguhnya soal listrik tidak bisa hanya menunjuk pada satu pihak saja. Memang ujung muaranya hanya satu, PLN, namun anak sungainya banyak. Bahkan fluktuasi harga listrik pun saya nyaris yakin sebenarnya bukan sekadar berkaitan dengan krisis listrik maupun untung rugi perusahaan saja, akan tetapi terkait juga dengan regulasi atau bahkan entah apalagi di luar kewenangan langsung PLN. Yang pasti sebagai orang awam saya hanya bisa menaruh harapan dan keyakinan bahwa apapun yang dilakukan oleh PLN, itulah yang terbaik yang akan diusahakannya bagi kami para pelanggan paling setianya. Semoga.

Pun terkait soal kinerja PLN, terutama tentang nyala-padamnya listrik. Saya yakin setiap orang di daerah yang berbeda akan memiliki pengalaman yang berbeda sehingga akan melahirkan harapan yang berbeda pula. Jika seseorang yang tinggal di daerah terpencil mungkin akan berharap listrik masuk ke daerahnya dengan lebih baik, bagi saya pribadi selain memperhatikan fluktuasi harga, inovasi menjadi harapan saya yang kedua bagi PLN. Bila diibaratkan mobil, inovasi adalah roda yang tanpanya ia tak akan bergerak maju, stagnan bahkan akan ketinggalan.

Sejauh ini selain inovasi dalam hal pelayanan seperti dipermudahnya permintaan pasang baru listrik dan adanya kartu listrik prabayar (menarik sebenarnya membincang kartu listrik prabayar ini karena sempat membuat saya mengira PLN telah menemukan listrik yang wireless!), agaknya inovasi di bidang sumber energy, terutama yang terbarukan, demi ketersediaan listrik bagi para pelanggan juga penting untuk disegerakan. Sehingga pemenuhan kebutuhan listrik yang kian melonjak akan dapat diatasi karena selalu diimbangi dengan adanya sumber-sumber energi yang inovatif.

Adapun harapan ketiga saya adalah semoga komitmen PLN untuk menciptakan perusahaan dengan tata kelola yang baik (good corporate governance) dan juga perusahaan yang bersih, bebas dari semua jenis praktik kolusi dan korupsi benar-benar akan dipegang teguh, mengingat praktek-praktek seperti ini biasanya memiliki tangan-tangan yang menggurita. Mudah-mudahan PLN dan seluruh jajarannya dari hulu hingga hilir memiliki ketetapan hati untuk sungguh-sungguh memberantas hal tersebut. Toh ini semua demi listrik untuk kehidupan yang lebih baik, bukan?

sumber gambar : pln bersih
sumber gambar : rri


EPILOG

Sebagai seorang yang telah lama meyakini bahwa negeri Indonesia ini sungguh kaya, saya percaya PLN tidak akan tinggal diam menyikapi kenyataan itu. Merengkuh potensi sumber-sumber daya alam terbaik negeri ini serta memadukannya dengan sumber daya manusia yang tersedia, putera-puteri terbaik bangsa, demi memajukan kelistrikan Indonesia akan menjadi dua kekuatan luar biasa. Saya yakin dengan adanya pengelolaan yang tepat dan maksimal dari keduanya akan berbuah manis bagi kepentingan kelistrikan negeri ini. Bahkan bukan tidak mungkin harapan bagi Indonesia untuk menjadi negara maju dan mandiri akan terwujud segera.

9 komentar:

  1. indonesia memang kaya. kalimantan tiap hari berapa juta ton batubara diangkut keluar
    jawa dibuat terang benderang
    tapi kalimantan tetap saja gelap gulita

    BalasHapus
  2. Supeeerr... aku suka banget gaya penulisan Mbak Risa. bagus banget. Moga tulisan ini bisa berubah ujud menjadi scoopy. hehe.. amiin

    BalasHapus
  3. Aku juga percaya PLN akan makin baik :)

    Harapan itu masih ada...

    BalasHapus
  4. Selamat siang sahabat.
    Terima kasih atas artikelnya yang menarik dan inspiratif
    Jangan lupa mengikuti kontes Unggulan Indonesia Bersatu lho ya. Klik saja : http://tamanblogger.com/blogging/konteskuis/kontes-unggulan-indonesia-bersatu-cara-mencegah-dan-menanggulangi-tawuran
    Terima kasih.
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  5. saya dan PLN...hem, tarifnya di buat proporsional saja kali ya? DAn yg jelas nyalaaa jangan byar pet byar pettt


    Gud luck ya Mbak...#pengen ikutan jugak tp blm bikin

    BalasHapus
  6. kalo saya menerima apa adanya dengan PLN mbak

    mau nyala mau mati, yg penting nggak mledos saja gardunya, hehe

    sukses ngontesnya mbak risa

    BalasHapus
  7. semoga PLN bisa membuat terang seluruh nusantara ya. good luck ya dengan GAnya

    BalasHapus
  8. listrik emang udah jadi kebutuhan hidup ya ^^

    BalasHapus
  9. Yah berterima kasihlah kepada Sang Pencipta (The Great Creator) atas semua nikmat tersebuat...Nice Sist...Lanjutkan terus. Please Follow my blog..ok

    BalasHapus