Perasaan apa yang muncul dalam hati ketika mendengar nama-nama berikut ini disebut? Bacharuddin Jusuf Habibie. Jusuf
Kalla. Yusuf Mansur. Kagum?
Ketiga nama yang saya sebutkan, adalah beberapa nama besar yang masing-masing
memiliki keistimewaan. Mr. Crack,
sang penemu teori kelelahan besi yang besar gunanya dalam bidang penerbangan di
seluruh dunia, Habibie. Pemilik kerajaan bisnis kendaraan, ekspor-impor, real
estate, dan masih banyak lagi, Jusuf Kalla. Pendakwah kharismatik, penggagas pondok
penghafal quran, salah satu provokator sedekah, Yusuf Mansur.
Satu pertanyaan yang selalu dan
senantiasa menggedor pikiran saya manakala membaca atau mendengar nama-nama
besar seperti ketiganya disebut adalah bagaimanakah orang tuanya? Seperti apa
ayah dan ibu dari masing-masing mereka berperan sampai-sampai bisa terbentuk
manusia-manusia unggul yang membuat kagum seperti mereka? Bisakah saya, membina
buah hati saya seperti para orang tua dari nama-nama besar itu?
Anak adalah titipan Tuhan yang
berpredikat amanah. Setiap orang tua tentu ingin buah hatinya menjadi
orang-orang terbaik di generasinya. Termasuk saya pribadi yang dititipi dan
diamanahi dua orang buah hati. Saya adalah orang yang selalu ingin menangis
rasanya ketika membaca-baca biografi milik orang-orang hebat. Siapa yang tidak
ingin kelak anak-anaknya menjadi salah satu pemimpin masa depan? Membanggakan orang
tua dunia dan akhirat?
Apa yang harus saya lakukan? Apa yang
bisa saya lakukan? Apa yang sudah saya lakukan demi membawa anak-anak ke arah sana?
Nama
adalah Doa
Kalau kata Shakespeare, what is a name, saya lebih memilih
meyakini bahwa nama adalah doa. Setidaknya, hal pertama yang bisa saya
persembahkan untuk anak-anak adalah sebuah nama yang didalamnya terselip untai
harapan untuk kehidupannya. Bukan sekadar indah saja. Anak pertama saya, saya
berikan doa ‘bunga yang terjaga’ dalam
namanya (Taris Zahratul Afifah). Sementara untuk sang adik, saya menyelipkan
tiga karakter dalam namanya : tampan dan
salih, pemberani, serta dapat dipercaya (Yusuf Fatih Al-Amin). Doa ibu untuk kalian selalu, Anak-anakku!
Waspada
Pengaruh Media Sosial
Tantangan di setiap era dalam masalah
pengasuhan anak tentu selalu berbeda. Jangan jauh-jauh mencari contoh, saya
sendiri mengalaminya. Ada perbedaan yang besar ketika mengasuh si sulung dan si
bungsu, padahal jarak umur di antara mereka hanya lima tahun. Salah satu yang
cukup terasa adalah dengan adanya booming
media sosial. Dahulu, mengajarkan si sulung mengaji setiap habis Maghrib
menjadi ritual yang damai dan syahdu. Tinggal matikan televisi suasana pun
hening sehingga bacaan qur’an anak dengan mudah meningkat. Bandingkan dengan
kondisi sekarang! Tang-ting-tang-ting.
Sedikit-sedikit notifikasi dari ponsel berbunyi pertanda aktifnya dunia maya
kita. Kecanduan melanda tanpa kita sadari. Hasilnya pun berpengaruh cukup
signifikan terhadap jumlah hapalan anak yang diasuh sebelum dan sesudah badai
media sosial melanda. Waspadalah!
Maafkan
Ibu, Nak, jika selama ini terkadang abai pada kalian hanya tersebab sosial
media.
Membaca
Bakat Anak
Setiap anak adalah unik. Kalimat
tersebut tentu sudah jamak kita dengar, namun sudahkah kita benar-benar
memahami maknanya? Unik berarti boleh dibilang satu-satunya, tidak ada yang
sama, seperti halnya rantai DNA yang menyusun manusia. Atau seperti halnya sidk
jari. Jadi bagi saya, makna kalimat setiap anak adalah unik adalah saya diminta
untuk mengamati mereka dengan seksama, sesungguhnya seperti apa karakter
mereka? Apa potensi yang mereka miliki? Karunia apa yang disertakan Sang Pencipta
di dalam diri mereka?
Dan ternyata memang seperti itu
adanya. Kedua buah hati saya unik, masing-masing memiliki potensi berbeda. Si
sulung memiliki minat cukup besar pada perkara sains dan tulis-menulis. Ia juga
memiliki hapalan yang cukup kuat serta taat pada aturan. Sementara si adik, dia
memiliki minat dalam membentuk, membangun, atau menggambar sesuatu. Dalam hal
akademis, ia lebih cuek. Misalnya, jika besok ada ulangan maka belum tentu ia
akan sibuk membaca materi yang akan diulangankan, tetapi bisa jadi ia malah
sibuk dengan lego seharian.
Medali finalis olimpiade sains si kakak |
salah satu kreasi lego si adik |
salah satu ilustrasi si adik |
Berbicara mengenai keunikan, jangankan
potensi, kesukaan terhadap makanan pun kadang tak sama di antara keduanya. Si
sulung cenderung mudah menerima segala jenis makanan, sementara sang adik lebih
pemilih. Namun apapun itu, selama nutrisi yang kita siapkan untuk mereka adalah
nutrisi yang terbaik, tentu hal itu bukan masalah besar.
Semoga
Ibu selalu diberi daya olehNya untuk terus mengamati dan melejitkan segala
potensi yang kalian punya, ya Nak!
Ibu
Berdoa, Kalian Berjuang, Biarkan Takdir Berbicara
Pada akhirnya, hanya kepada Tuhanlah
muara tawakal kita. Jangan putus cita-cita untuk menorehkan tinta emas dalam lembar
sejarah. Kalian berjuanglah selalu, Anak-anakku, Ibu akan selalu melangitkan
doa untuk kalian. Jangan lupa untuk selalu berbahagia, Insya Allah takdir
terbaik akan menghampiri.
Tulisan ini diikutkan dalam lomba blog Nutrisi Untuk Bangsa.
si kakak ikutan quark juga ya, hebat. Selamat ya
BalasHapusbanyak orang di luar sana bilang,,apa arti sebuah nama,,padahal dibalik nama adalah doa terbaik bagi sang anak,,moga nanti aku bisa membri nama yg baik buat anak,dan membesarkannya hingga sukses..:)))
BalasHapussalam kenal dari Rizki Pradana mampir ya :))
Setiap Anak adalah Unik. Saya sangat setuju, Mba. Jangan memandang sebgai perbedaan, tapi adalah keunikan ya, Mba.
BalasHapusTerima Kaish sharingnya. :)
Moga menang, ya. ..
anaknya punya bakat semua ya, untungnya punya orang tua yg mengerti betul bagaimana menyiapkan bakat itu menjadi sesuatu yg bermanfaat. insya Allah anak2 mbak bsa menjadi enyambung perjuangan dan cita2 kedua org tuanya. amiiin
BalasHapussalam kenal, assalamualaikum heheee