Konon
nama Bontang bukan dari rumpun bahasa Kalimantan. Asal nama kota yang memiliki
beragam budaya dan menyebut dirinya Indonesia kecil itu adalah Bond yang berarti ikatan dan Tang
dari kata pendatang. (12 Menit, halaman 27)
Setidaknya
ada tiga doa yang tadi mereka gemakan dalam hati masing-masing. Al-Fatihah,
Bapa Kami, dan Mantram Gayatri. Indah sekali, mereka gumamkan pinta yang sama
dengan cara yang berbeda-beda. Bhineka Tunggal Ika dalam arti yang sebenar-benarnya.
(12 Menit, halaman
328)
Lahang, Elaine, dan Tara. Mereka
adalah tiga dari keseluruhan tokoh yang ada dalam novel 12 Menit. Mengapa saya
menyoroti mereka bertiga? Karena merekalah tiga tokoh yang mewakili dua buah
kutipan yang saya tampilkan di muka. Lahang, seorang anak dari suku Dayak yang
ayahnya menderita sakit kanker otak. Alih-alih menjalani terapi medis, sang
ayah lebih memilih diobati oleh Pemeliatn, semacam pemuka agama dalam suku
Dayak. Ritual tradisional digelar demi kesembuhan ayahanda Lahang. Ritual yang
sangat diharapkan oleh Lahang dapat membawa kesembuhan sang ayah.
Elaine, seorang gadis Indo-Jepang,
ibunya Indonesia ayahnya Jepang, adalah seorang pemeluk agama Kristiani. Pada
satu kesempatan dikisahkan Elaine dan ibunya tengah melakukan ibadah di gereja.
Sedangkan Tara, adalah seorang muslim.
Identitas keagamaan hanya ditampilkan
kepada tiga tokoh tersebut, tidak dalam koridor menyinggung SARA tentunya namun
nge-blend di dalam keseluruhan cerita
sepanjang novel ini. Novel yang berhasil membuat saya meluruhkan air mata
bahkan sejak membaca ucapan pembuka dari penulisnya! Jika beberapa review yang
pernah saya baca atas novel ini biasanya langsung menyoroti sebuah kisah penuh
perjuangan dari sebuah Marching Band di pelosok negeri demi meraih juara umum
kejuaraan nasional di Istora, saya justru menangkap pesan lain dari buku ini.
Pesan tentang kerukunan bangsa Indonesia yang diwakilkan melalui sang Indonesia
Kecil, Bontang.
Menilik latar belakang penulisnya yang
seorang penulis skenario, tidak berlebihan jika saya katakan betapa filmis-nya novel ini jadinya. Cara
penulis menggambarkan keseluruhan cerita benar-benar terbayangkan. Rumah Lahang
beserta rute berat yang harus ia tempuh untuk latihan, kehebohan ketika
anak-anak Bontang itu untuk pertama kalinya naik pesawat, bahkan ayah Elaine ~
Pak Josuke, yang rada-rada jutek dan cenderung sakelek, tergambar jelas dalam
benak. Penulis benar-benar lihai, harus saya akui.
Belum lagi cara dia mengaduk-aduk
emosi. Lahang dan masalah kesehatan ayahnya hingga ajalnya tiba, yang menguras
emosi duka. Elaine dan masalah dengan ayahnya yang keras ala Jepang sementara
ibunya lembut dan penuh pengertian, yang ini menguras emosi geregetan plus
haru. Tara dan masalah pendengarannya, masalah rasa bersalah atas kematian
ayahnya, belum lagi masalah dengan ibunya, sungguh menguras emosi kesedihan
yang mendalam.
Lalu ada Rene. Tokoh paling sentral
dalam novel ini. Pelatih marching band paling andal (katakanlah begitu),
bertangan dingin, berprinsip cadas. Tegas, keras, disiplin, bahkan kepada Tara
yang mungil dengan kondisi pendengaran yang tinggal 20 persen saja akibat
kecelakaan! Bahkan kepada Lahang yang sedang dalam suasana duka karena kematian
ayahnya. Sebagai pembaca kadang ingin rasanya menjitak kepala Rene ini. Tapi prinsip
yang diyakininya, sebagai seorang pelatih yang berada dalam kondisi semacam ini,
--melatih sekumpulan anak-anak dengan masalah mereka masing-masing yang njelimet--, memang pantas untuk
digenggam erat. Bahwa anak-anak ini layak juara. Bahwa segala kerja keras,
perjuangan, pengorbanan, tidak akan sia-sia. Ribuan jam mereka berlatih tak
akan menguap begitu saja, demi 12 menit yang sempurna!
Judul Buku : 12 Menit
Penulis : Oka Aurora
Penerbit : Noura Books
Terbit : Cetakan I, Mei 2013
Halaman : xiv + 348 halaman
ISBN : 978-602-7816-33-6
Di Kalimantan soal agama ga bisa dianggap sara. Jarang banget kok kasus kekerasan efek perbedaan agama ga kaya di Jawa misalnya
BalasHapusoww.. begitu ya rupanya, mas ... :)
Hapusini memang penulisnya orang kalimantan atau minjem setting disitu aja sih? lokalitasnya kuat ya kayaknya. (bagus gak bukunya?)
BalasHapusbagus, mba bukunya. beneran. aku sampe rela begadang demi langsung namatin baca hehe
Hapus