Sudah menjadi sebuah hal yang jamak
diperbincangkan manakala hari raya telah kian mendekat ; tentang hakikat fitri.
Bahwa kita semua akan kembali menuju fitrah, bersih kembali seperti selembar
kertas putih. Kurang lebih seperti itulah ingatan yang melekat kuat dalam
memori saya dari segala ceramah mengenai hari raya, akan hakikat fitri.
Lantas seperti apakah seharusnya kita
memaknai hari raya? Kembali menjadi seumpama seorang manusia baru? Baru. B A R
U.
Menarik bagi saya untuk menelusuri
kembali bilah-bilah memori yang tersimpan dalam bilik otak, tentang makna –baru–
terkait hari raya, pada masa kecil saya. Bagi saya ketika itu, baru,
benar-benar bermakna harfiah sebagai sesuatu yang fresh from the store. Baju, sepatu, aksesoris, pokoknya dari ujung
kepala hingga ujung kaki, semuanya baru. Yah, apa mau dikata, tradisi yang
melingkupi saya ketika kecil memang adanya seperti itu. Dan saya kecil pun
tentunya senang-senang saja turut terlibat di dalamnya.
Lalu bagaimana dengan kondisi sekarang
ketika saya telah berada sekitar dua dekade dari masa kecil? Masihkah seperti
itu? Jujur saja, saya tidak bisa mengatakan tidak. Pun tidak bisa seratus
persen bilang iya. Namun hasrat memaknai –baru– bagi saya pribadi dan yang saya
tularkan kepada kedua belahan jiwa saya, tidak sebesar dengan apa yang saya
rasakan ketika saya kecil. Bukan lagi –baru– yang sekadar semacam itu lagi. Lebih
kepada perayaan kemenangan. Yang berarti hal-hal –baru– semacam baju, alas
kaki, aksesoris dan semacamnya sudah tidak menjadi hal yang mutlak untuk
diada-adakan. Bukan karena tak sanggup, tapi kalau memang tak perlu ya tak
usah.
Namun dengan adanya paradigma seperti
itu bukan berarti saya tidak senang mengamati keramaian yang terjadi di sekitar
saya. Saya masih tetap saja hang-out ke pusat perbelanjaan favorit meski saya
tahu bahwa di sana penuh pengunjung. Saya suka merasakan euforianya. Menyaksikan
orang-orang berbondong-bondong memenuhi pusat perbelanjaan, berburu apa saja
yang mereka inginkan. Membuat antrian kasir mengular. Membuat musholla mall
semakin penuh sesak. Membuat saya bergumam dalam hati, “Ini orang-orang pada ngapain sih di mall, rame amat!” padahal terlepas
dari apapun tujuannya, saya sendiri ikut meramaikan di dalamnya. Haha..
Ada satu hal yang juga menarik tentang
makna –baru– di hari raya ini. selain perlengkapan head to toe, saya mendengar selentingan bahwa sebagian orang
menginginkan kata –baru– itu juga melingkupi perabot rumahnya. Awalnya saya
kurang percaya namun ketika saya menyaksikan sendiri bahwa toko-toko meubel,
toko perlengkapan rumah tangga juga penuh pengunjung dan barang-barangnya ludes
secara signifikan diborong pembeli, wah saya baru yakin bahwa kabar tersebut rupanya
memang benar adanya.
Hmmm, sungguh sangat afdhol rupanya –baru–nya
J
Nah, kawan, bagaimana dengan hari
rayamu? Bagaimanapun itu, saya harap semua orang berbahagia di hari raya dan
yang terpenting semoga semua ibadah kita bernilai pahala di hadapanNya.
yang terpenting hatinya baru, perilakunya baru dan ibadahanya lebih bagus :)
BalasHapusaamiin ... mohon maaf lahir batin, mba. selamat hari raya :)
HapusBukan karena saya melakukan sebagian hal yang orang lain lakukan ( memakai pakaian baru ) lalu saya mengatakan semestinya demikian. Tidak salah berbaju, berperabot baru dalam rangka mengekspresikan kegembiraan, namun hendaknya tetap dalam batas kewajaran dan tidak dijadikan keutamaan karena makna fithri yang sebenarnya adalah lebih kepada rohani kita, terbebasnya dari dosa dan api neraka, jadi jangan sampai melakukan kesalahan di hari pertama kita dibebaskan.
BalasHapusaamiin. selamat hari raya, abi sabila. taqabballaahu minna wa minkum..
Hapuskalo masih kecil dulu saya suka dibelikan baju baru, sepatu baru dll
BalasHapusseiring berlalunya waktu, tren 'serba baru' itu perlahan hilang. Bahkan sekarang setelah punya anak, saya ga membiasakan anak2ku beli yg baru2! Selama yang ada masih bagus...kenapa perlu beli lagi?
alhamdulillah :)
Hapusselamat hari raya, mbak popi..
Alhamdulillah saya terbiasa dr kecil menyambut lebaran dengan baju yang masih layak pakai, jd tidak selalu beli baju baru. Beli bajunya ya pas bajunya bth di ganti,jd blm tentu dalam setahun beli baju baru.
BalasHapusDan saya juga heran melihat betapa ramainya mall dan antusias org2 berbelanja baju dan aneka out fit.
saya termasuk yang turut menyemarakkan mall itu lho, mbak. apalagi pas berburu bahan buat rainbow cake :D
Hapuseh kok jadi curcol ;p
btw, selamat hari raya ya. mohon maaf lahir dan bathin :)
Dulu waktu kecil ada juga tradisi baju baru, tapi tak terlalu dipaksakan. Kalau lagi tak ada ya tak apa2. Kepada anak2 juga begitu, hanya saja sejak dulu aku kalau mau beli baju baru jauuuh hari sebelum Ramadhan, sebelum harga naik dan sebelum pasar/mall ramaiii. Artinya baju itu boleh ko dipakai sebelum Ramadhan, hehee... bukan baju lebaran dong, iya, lebaran kan bukan soal baju baru :)
BalasHapushihihi malah bagus ya kita buat tradisi baru, baju ramadhan :))
Hapusselamat idul fitri, mbak...
gpp aja juga sih kalo baru yg penting jgn memaksakan diri.. ada yg lebih penting dr baru, yaitu bersih :)
BalasHapusyup, kalo baru tapi kotor ngga bagus ya, mba..
Hapus:))
selamat hari raya ..
Yang terpenting bukan barunya, tetapi ada semacam "refresh" selama bulan Ramadhan sehingga ketika Syawal tiba kita menjadi lebih meningkat dalam performa akhlak dan ibadah.
BalasHapusaamiin...
Hapusmakasih udah berkunjung :)
Intinya, semoga Ramadha Kita kali ini berkah... :)
BalasHapusDan mendapati hari yang fitri... :)
Hadir selalu di mari,,, ijin share: MP3 Inspiratif Bag. XIX...
Salam bLogger,
aamiin allahumma aamiin
Hapussalam blogger kembali :))
semoga sja lebaran kali ini serba baru amin :)
BalasHapusaamiin ...
Hapus^^
wah, gak harus baru...yang penting ada perbaikan dari sebelum dan setelah puasa :D
BalasHapussalam kenal