16.2.13

Pilihan yang Aneh Untuk Menyambung Hidup


Sudah dua kali dalam kurun waktu 6 bulan sejak pertengahan tahun lalu, saya menemukan sebuah ‘hadiah tak bertuan’ di pagi hari. Bentuknya kecil terbungkus rapi, terselip di sela rerumput di luar pagar rumah. Namun itu sudah cukup menyolok untuk tertangkap retina saya dengan mudah. Hati saya menghela sembari berkata, sungguh pilihan yang aneh untuk menyambung hidup. Yap, karena saya tahu persis itu apa!



Entah siapa orangnya yang semalam dengan sengaja meletakkan bungkusan mungil itu di sana. Yang pasti, hal tersebut lumayan menggentarkan hati. Betapa tidak, siapa pun dia niatnya sudah tak baik, hendak menipu. Dan dari cara meletakkannya, berarti sedikit banyak dia tahu kebiasaan saya di pagi hari. Karena saya perhatikan tetangga kanan kiri, tak semua mendapat ‘hadiah’ tersebut (saya tahu karena pintu pagar tetangga masih tampak terkunci). Apakah selama ini saya pernah diamatinya dari jauh? Hiiyy…

Terlepas dari niat tak baik siapa pun itu, cukup menarik mengamati perkembangan orang-orang ini dalam menjalankan aksinya. Saya masih ingat beberapa tahun lalu ketika pertama kali menemukan ‘hadiah’ semacam ini. Waktu itu, bentuknya hanya berupa secarik kertas kecil yang digeletakkan begitu saja di depan pagar. Nah, sekarang mereka memasukkan kertas-kertas tersebut ke dalam plastik kecil. Entahlah. Mungkin karena mereka mulai memperhitungkan faktor cuaca? Atau mungkin, sekiranya tidak diambil orang umpanan itu, maka mereka masih bisa mengambilnya kembali nanti. Lumayan kan jika bisa disebarkan di tempat lain. Waduh, ini berarti mereka akan ‘patroli’ lagi nanti? Hiiyy…

Selain inovasi bungkus plastik itu, di dalamnya kini bahkan dilengkapi dengan surat dari kepolisian segala. Ditambah pula ada semacam kartu nama yang dicetak khusus bukan sekadar fotocopy-an. Ckckck, sungguh saya geleng-geleng kepala. Serius benar-benar orang-orang ini, ya!



“Kebaikan akan kalah oleh kejahatan yang terorganisir”  (Ali bin Abu Thalib)

Tidak berlebihan nasihat bijak salah seorang sahabat Rasul tadi. Menilik cara kerja komplotan penipu seperti yang saya sebut di atas, sudah tentu mereka itu professional. Artinya memang itulah pekerjaan mereka, cara mereka menjaring rezeki, meski bagi saya bagaimana pun hal itu benar-benar menjadi pilihan yang aneh untuk menyambung hidup.

Sedih dan miris rasanya. Apalagi mengingat betapa bagusnya selebaran yang mereka tebar di mana-mana, wah, itu kan pasti butuh modal. Kenapa tidak terpikir untuk menjemput rezeki di jalan yang lurus saja, ya? Dijadikan modal untuk berdagang misalnya? Ahh … entahlah. Sungguh pilihan yang aneh untuk menyambung hidup.

15.2.13

Enaknya Jadi Dia



Enaknya jadi dia
Kulitnya bening seperti kaca, pasangannya tergila-gila

Enaknya jadi dia
Karirnya cemerlang, uangnya segudang

Enaknya jadi dia
Tiap saat bolak-balik ke luar negeri, liburan tiada henti

Enaknya jadi dia
Rumahnya besar, mobil mewah plus sopir tinggal minta antar

Enaknya jadi dia.... bla bla bla

Benarkah enak jadi dia? Sementara setiap yang hidup memiliki takdir sendiri-sendiri. Istimewa seunik DNA. Ada susah ada bahagia. Ada tangis ada tawa. Ada suka ada nestapa.

Siapa yang tahu di balik yang kita pikir enak tersembunyi lara? Bukan, tentu ini bukan sebentuk doa. Hanya sepenggal catatan untuk hati, agar senantiasa ingat diri. Tiada guna mengira orang lain lebih beruntung dari kita hanya karena apa yang mereka miliki sementara kita tidak.

Tidakkah kau ingat bahwa Tuhan tak menyaksi fisik namun takwamu?

Tidakkah kau ingat bahwa Tuhan akan mengujimu untuk melihat seberapa sungguh percayamu?

Dan tidakkah kau ingat nikmatNya yang mana lagi yang kau dustakan?

14.2.13

Wanita Atau Perempuan?


Kamu wanita? Atau perempuan? Wanita atau perempuan? Dengan kata apa kamu lebih suka disebut? Saya pribadi, apa saja, asal dipastikan label yang mengikut di belakangnya adalah baik. Misalnya, perempuan blogger, wanita suka nulis, perempuan sayang anak, wanita penyuka coklat. Begitu. Semua kedengaran bagus-bagus saja di kuping saya. Menurutmu?

sumber foto : http://khaulahmuslimah.blogspot.com

Menarik membincang kedua kata tersebut, wanita atau perempuan? Meski sejatinya  (menurut saya) keduanya memiliki makna yang sama saja yaitu satu dari dua jenis makhluk bernama manusia ciptaan Tuhan, benar? Wanita atau perempuan, itu hanya permainan bahasa semata, sinonim. Namun semakin canggih dunia, terkadang kita justru senang kian meruwetkan kehidupan. Wanita atau perempuan, kenapa mesti diperdebatkan (sejak sekitar satu dekade lalu)? Seolah kompleksitas masalah lain yang lebih urgen masih kurang banyak saja.

Ada yang bilang sebutan perempuan itu lebih mulia ketimbang wanita (kata seseorang di televisi beberapa tahun lalu). Apa iya, batin saya. Karena wanita itu berarti wani ditoto-toto (Jawa, berani diatur-atur) sementara perempuan bermakna empu (tuan), kata seseorang lainnya juga di televisi beberapa waktu lalu. Nah, tinggal saya yang jadi geli sambil sedikit sarkas, katanya berjiwa nasionalis kok malah masih bawa-bawa makna bahasa daerah sih! Padahal andai saja seseorang itu melihat kamus bahasa Indonesia dan mencari tahu bagaimana kata wanita, perempuan, dan empu diartikan di sana, kira-kira apa ya reaksinya?

wanita
n perempuan dewasa

perempuan
n  1 orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan meyusui; wanita; 2 istri; bini

empuan
kl n perempuan: engku (tengku) ~, sebutan istri raja
(sumber : KBBI)

Intinya mbulet, berputar-putar disitu-situ saja karena memang artinya sama. Menurut saya lho.  Lebih aneh lagi (bagi saya) ketika kata-kata itu dihubung-hubungkan dengan isu kesetaraan gender, feminisme, hingga emansisapi eh sipasi. Wes, mbuh lah…. Pikirno dewe, mumet aku :D

Btw, saya jadi terpikir ketika pemaknaan penyebutan semacam ini mengemuka beberapa tahun lalu, bagaimana ya perasaan pemilik-pemilik merek yang menggunakan label ‘wanita’? Sebut saja tabloid ‘Wanita Indonesia’. Nah lho! Saya yakin mereka tidak setuju. Karena kalau setuju sekarang brand tersebut pasti sudah jadi ‘Perempuan Indonesia’ hehehe.

Well, tidak bisakah kita memandang kedua kata itu, wanita atau perempuan, murni sebagai bahasa Indonesia biasa saja, seperti halnya kata pria dan lelaki? Tak usahlah ditendensi apa-apa. Adapun predikat-predikat buruk semacam wanita tunasusila, perempuan panggilan, and whatsoever, itu kan lekatan yang bisa dirangkaikan pada sebutan mana saja. Atau daripada demikian repot pakai saja bahasa asing, nisaa’ (Arab) mungkin, atau woman/lady (English). Bagaimana?

PS : Cuma sebuah pemikiran saya yang basi, no hurt feeling yaa J