Keberadaan ikon khas bagi sebuah kota,
tak dapat dimungkiri, sangatlah penting. Demikian pula halnya bagi kota yang
terkenal dengan julukan Anging Mammiri, Makassar. Pantai Losari, kalau boleh
hanya menyebut satu, nyaris dipastikan ikon inilah yang akan disebut ketika
kita mendeskripsikan wisata kota di Makassar. Mewakili semua kriteria paling
dicari oleh para pelancong, terutama yang berasal dari luar Sulawesi Selatan, alamnya,
kulinernya, dan gaulnya. Ke Makassar tak akan lengkap jika belum menginjak pantai
Losari. Pasti!
‘Mendompleng’ ketenaran pantai Losari,
maksud saya letaknya yang sama-sama berada di kawasan teluk Makassar, kini
terciptalah sebuah ikon baru bernama Masjid Amirul Mukminin atau yang lebih
dikenal dengan masjid terapung. Tentunya tidak sungguh-sungguh terapung ala
perahu, hanya letaknya di atas laut makanya dikatakan terapung. Andaikan masjid
ini tidak terapung, saya yakin keberadaannya tidak akan ‘semenarik’ ini. Ketika
pengunjung melewatinya paling hanya akan berkata, “Oh masjid baru”, alih-alih
“Wow, masjid terapung!” Begitu.
Memukaunya setiap lekuk arsitektur
masjid terapung ini bukan berarti menyurutkan secercah rasa prihatin saya
mengenai beberapa hal yang terkait dengan masjid ini. Ada dua hal yang berhasil
menggelitik nurani saya, dalam arti andai dua hal itu bisa dieliminir tentu
ikon baru kota Makassar ini akan semakin sempurna pesonanya.
Tata
Tertib Pengunjung
Satu hal yang membuat saya mengembus
napas agak berat setiap mengunjungi masjid ini adalah banyaknya muda-mudi
berpasang-pasangan yang entah mereka sudah menikah atau belum, berduaan
menikmati sunset di sana. Entahlah, mungkin perasaan saya saja ataukah memang
ada yang kurang patut dari kenyataan itu.
Ini masjid, Dik. Rumah Tuhan.
Sebagai orang awam saya berharap esok
lusa ada kebijakan khusus mengenai tata tertib pengunjung khusus terkait hal
tersebut. Mengingat salah satu daya tarik masjid ini memang terletak di sana. Pada
romantisme suasana sunsetnya yang … subhanallah.
Bahkan saya berani mengusulkan, jika memungkinkan, bagi para pasangan yang sedang
merencanakan pernikahan, ucapkanlah ijab kabulmu di masjid terapung ini,
setelah waktu asar menjelang magrib. Duh, pasti manis sekali!
Kembali ke soal tata tertib pengunjung
tadi, saya yakin pihak penanggung jawab masjid terapung ini, melalui para takmir, pasti sanggup melakukannya. Wong
sandal saja bisa ditertibkan ketika melewati batas suci apalagi manusia yang
memiliki nurani. Pasti bisa! Toh hal tersebut demi menjaga kehormatan masjid
itu sendiri, bukan?
Masjid
Terapung vs Sampah Terapung
Bukan proses perampungan areal masjid
yang belum 100% yang mengganggu saya ketika mengunjungi masjid terapung
beberapa waktu lalu. Tumpukan pasir, kerakal dan bebatuan yang terserak masih
jauh lebih indah dibandingkan satu hal yang cukup mengusik ini. Sampah! Ya,
sampah yang mengapung di sekitar perairan di bawah masjid. Miris melihatnya.
Bukan salah masjid sehingga sampah-sampah itu melayang-layang di atas air. Selain karena masjid ini masih
baru, para pengunjung masjid pun tak ada yang makan-makan sehingga harus
menyampah. Justru sampah-sampah tersebut seolah menjadi prasasti betapa tidak
sanggupnya kita selama ini untuk menahan diri agar tidak membuang sampah
sembarangan, ke laut.
Jika sudah seperti ini lalu bagaimana?
Yang jelas sekadar saling menuduh tidak akan pernah membawa kepada solusi.
Justru jauh lebih baik jika sesekali dilakukan semacam gerakan jaring sampah
agar setidaknya pemandangan yang mengganggu itu bisa segera dienyahkan. Dengan
menggandeng komunitas-komunitas lokal kemudian mempromosikannya melalui media
sosial, seperti tren saat ini, sedikit banyak akan menghasilkan efek positif.
Sayang sekali bukan jika seluruh citra
yang hendak dibangun atas sebuah ikon baru kota ini menjadi tercemar gara-gara sampah-sampah
yang keberadaannya seolah menyaingi julukan sang masjid, sama-sama terapung?
foto : dok. pribadi |
(Tulisan
ini pernah saya kirim ke salah satu media lokal di Makassar sekitar 2 bulan
lalu, tapi sepertinya tidak cukup menarik untuk dimuat atau semacamnya hehehe)
kalo terapung beneran keren tuh
BalasHapusbisa goyang dombret kalo kena ombak
sayang sampahnya ya..?
sayang banget :(
HapusAsli makassar kak?
BalasHapussaya? asli indonesia hehehe
HapusHehehee.. Kirain makassar ckckkk
HapusLosarii... jadi kangen Makassar..
BalasHapusmarilah kemariii :))
HapusYa Allah ... mudah2an muda-mudi itu pasangan nikah,
BalasHapusMedia nasional lebih menghargai tulisan Icha :)
ahahaha ... k'niar ;p
Hapusya ampuuun :( kesel banget liat foto sampahnya itu mbaak.. coba ada petugas kebersihan yang khusus buat ngangkutin sampah2 disana ya mbak :( sama pengunjungnya juga tertib dan perduli sama sampah..
BalasHapusagak susah sih, ci .. harus kuakui, soalnya sampahnya di laut gitu. harus pake 2 perahu gitu kayaknya sambil pegang jaring ...
HapusHikss... sy blm pernah ke sna kak....
BalasHapusya ampuunnn!!! *tepok jidat nunu hehehe
Hapusbagus ya masjidnya...
BalasHapus