3.11.12

Surat Cinta untuk Masjid Terapung Makassar

Keberadaan ikon khas bagi sebuah kota, tak dapat dimungkiri, sangatlah penting. Demikian pula halnya bagi kota yang terkenal dengan julukan Anging Mammiri, Makassar. Pantai Losari, kalau boleh hanya menyebut satu, nyaris dipastikan ikon inilah yang akan disebut ketika kita mendeskripsikan wisata kota di Makassar. Mewakili semua kriteria paling dicari oleh para pelancong, terutama yang berasal dari luar Sulawesi Selatan, alamnya, kulinernya, dan gaulnya. Ke Makassar tak akan lengkap jika belum menginjak pantai Losari. Pasti!

‘Mendompleng’ ketenaran pantai Losari, maksud saya letaknya yang sama-sama berada di kawasan teluk Makassar, kini terciptalah sebuah ikon baru bernama Masjid Amirul Mukminin atau yang lebih dikenal dengan masjid terapung. Tentunya tidak sungguh-sungguh terapung ala perahu, hanya letaknya di atas laut makanya dikatakan terapung. Andaikan masjid ini tidak terapung, saya yakin keberadaannya tidak akan ‘semenarik’ ini. Ketika pengunjung melewatinya paling hanya akan berkata, “Oh masjid baru”, alih-alih “Wow, masjid terapung!” Begitu.

Memukaunya setiap lekuk arsitektur masjid terapung ini bukan berarti menyurutkan secercah rasa prihatin saya mengenai beberapa hal yang terkait dengan masjid ini. Ada dua hal yang berhasil menggelitik nurani saya, dalam arti andai dua hal itu bisa dieliminir tentu ikon baru kota Makassar ini akan semakin sempurna pesonanya.

Tata Tertib Pengunjung

Satu hal yang membuat saya mengembus napas agak berat setiap mengunjungi masjid ini adalah banyaknya muda-mudi berpasang-pasangan yang entah mereka sudah menikah atau belum, berduaan menikmati sunset di sana. Entahlah, mungkin perasaan saya saja ataukah memang ada yang kurang patut dari kenyataan itu. Ini masjid, Dik. Rumah Tuhan.

Sebagai orang awam saya berharap esok lusa ada kebijakan khusus mengenai tata tertib pengunjung khusus terkait hal tersebut. Mengingat salah satu daya tarik masjid ini memang terletak di sana. Pada romantisme suasana sunsetnya yang … subhanallah. Bahkan saya berani mengusulkan, jika memungkinkan, bagi para pasangan yang sedang merencanakan pernikahan, ucapkanlah ijab kabulmu di masjid terapung ini, setelah waktu asar menjelang magrib. Duh, pasti manis sekali!

Kembali ke soal tata tertib pengunjung tadi, saya yakin pihak penanggung jawab masjid terapung ini, melalui para takmir, pasti sanggup melakukannya. Wong sandal saja bisa ditertibkan ketika melewati batas suci apalagi manusia yang memiliki nurani. Pasti bisa! Toh hal tersebut demi menjaga kehormatan masjid itu sendiri, bukan?

Masjid Terapung vs Sampah Terapung

Bukan proses perampungan areal masjid yang belum 100% yang mengganggu saya ketika mengunjungi masjid terapung beberapa waktu lalu. Tumpukan pasir, kerakal dan bebatuan yang terserak masih jauh lebih indah dibandingkan satu hal yang cukup mengusik ini. Sampah! Ya, sampah yang mengapung di sekitar perairan di bawah masjid. Miris melihatnya. Bukan salah masjid sehingga sampah-sampah itu melayang-layang di  atas air. Selain karena masjid ini masih baru, para pengunjung masjid pun tak ada yang makan-makan sehingga harus menyampah. Justru sampah-sampah tersebut seolah menjadi prasasti betapa tidak sanggupnya kita selama ini untuk menahan diri agar tidak membuang sampah sembarangan, ke laut.

Jika sudah seperti ini lalu bagaimana? Yang jelas sekadar saling menuduh tidak akan pernah membawa kepada solusi. Justru jauh lebih baik jika sesekali dilakukan semacam gerakan jaring sampah agar setidaknya pemandangan yang mengganggu itu bisa segera dienyahkan. Dengan menggandeng komunitas-komunitas lokal kemudian mempromosikannya melalui media sosial, seperti tren saat ini, sedikit banyak akan menghasilkan efek positif.

Sayang sekali bukan jika seluruh citra yang hendak dibangun atas sebuah ikon baru kota ini menjadi tercemar gara-gara sampah-sampah yang keberadaannya seolah menyaingi julukan sang masjid, sama-sama terapung?

foto : dok. pribadi

(Tulisan ini pernah saya kirim ke salah satu media lokal di Makassar sekitar 2 bulan lalu, tapi sepertinya tidak cukup menarik untuk dimuat atau semacamnya hehehe)

14 komentar:

  1. kalo terapung beneran keren tuh
    bisa goyang dombret kalo kena ombak

    sayang sampahnya ya..?

    BalasHapus
  2. Losarii... jadi kangen Makassar..

    BalasHapus
  3. Ya Allah ... mudah2an muda-mudi itu pasangan nikah,
    Media nasional lebih menghargai tulisan Icha :)

    BalasHapus
  4. ya ampuuun :( kesel banget liat foto sampahnya itu mbaak.. coba ada petugas kebersihan yang khusus buat ngangkutin sampah2 disana ya mbak :( sama pengunjungnya juga tertib dan perduli sama sampah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. agak susah sih, ci .. harus kuakui, soalnya sampahnya di laut gitu. harus pake 2 perahu gitu kayaknya sambil pegang jaring ...

      Hapus
  5. Hikss... sy blm pernah ke sna kak....

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya ampuunnn!!! *tepok jidat nunu hehehe

      Hapus
  6. bagus ya masjidnya...

    BalasHapus