12.5.12

Telepati Lampu Lalu Lintas


nemu gambar disini

Berkendara di beberapa ruas jalan raya Makassar belakangan ini rasanya sungguh amazing. Menakjubkan betapa antara sesama penikmat aspal telah terjalin komunikasi telepati yang tak kasatmata. Misalnya saja di perempatan pintu I Unhas. Dari arah timur (rute Daya ke kota) dan utara (gerbang I kampus), lampu lalu lintas tak berfungsi sehingga para pengendara ketika hendak melintas perempatan itu terpaksa menggunakan kode tak resmi, lirik-lirik ke depan, baku atur sendiri. Bila barisan paling depan dari arah barat (rute kota ke Daya) berhenti, itu berarti antrian kendaraan dari arah utara bisa melaju. (Jangan tanya yang dari arah timur, kendaraan dari sana nonstop melaju. Rupanya ketika lampu lalu lintas tak berfungsi selalu disepakati maknanya sebagai tanda : don’t stop …! >> jadi inget kampanye sesuatu)

Sekali waktu, beberapa hari lalu, saya hendak pulang dari arah kota menuju Daya, yang berarti posisi saya di perempatan itu berada di arah barat, satu-satunya di perempatan tersebut yang lampu lalu lintasnya selamat dari demo kenaikan bbm yang sempat terjadi beberapa waktu lalu itu. Jelas-jelas lampu masih menunjukkan warna hijau. Sebagai pengendara yang patuh pada aturan, adalah hak saya untuk terus melaju menembus perempatan itu, bukan? Meskipun saya melihat antrian kendaraan dari arah gerbang kampus sudah mulai merangsek maju sebelum waktunya. Maklumlah, di sisi mereka lampunya tak berfungsi. Jadi demi melihat hanya saya yang melaju dari kejauhan mereka pikir bisa ‘menghentikan’ saya. Tapi dasar saya kadang ngeyel juga, --- lagipula memang lampu hijau di sisi saya, kok! --- maka saya tidak menunjukkan tanda mau mengalah. Justru dari jauh saya ribut menyalak, menekan klakson maksudnya, agar mereka tahu ini masih giliran saya melalui intersection tersebut. Alhamdulillah, meski rada nekat saya berhasil lolos.

Sebal? Iyalah … Pada siapa? Entahlah. Mungkin pada para pengendara itu? Atau pada para perusak fasilitas umum? Atau pada pemda? Entah.

14 komentar:

  1. susah juga kalau disiplin tidak berasal dari diri sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, mbak. malah ada lagi yang lebih lucu, waktu itu di sebuah pertigaan saya sedang ngantri dengan manis nunggu lampu hijau nyala eeeh kok malah saya diklakson dari belakang disuruh segera jalan karena dari arah depan pas tidak ada kendaraan. bayangin betapa gemasnya saya waktu itu mbak :D

      Hapus
  2. karena mereka salahnya rame2 jadi pada berani, coba kalo sendirian pastinya clingak2uk dulu :D

    BalasHapus
  3. Hahaha,
    bingung...
    soalnya aku selalu jadi penumpang doang kalo di jalanan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. main sini mbak una, biar ngga bingung mbayanginnya hehe

      Hapus
  4. Asal jangan sebal padaku ya Mbak, heheee...

    BalasHapus
  5. like like like .... aku sering nerobos lampu merahhh.. hehehhe.... habisnya gak ada polisi dan gak ada kendaraan. aku pulang ngampus jam 10 malam jadi bebas mau nerobos2 .. hheeeuu hhheeuuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. hmmmm ... hati-hati ah, apalagi udah malem gitu :)

      Hapus
  6. yang terpenting kesadaran berlalu lintas & bermoral aja mba sebagai manusia & sebagai pengguna jalan raya,tidak hanya dimakasar di jakarta juga sering kok :(

    BalasHapus
  7. untung akhir-nya bisa tembus juga ya....kedisiplinan di makassar sudah mulai redup nampaknya..dan telepati itu bukan hanya di unhas, bahkan hampir di semua traffic light di kota makassar...btw-sempat juga ya menyalak keras.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul banget, mas!
      saya ngga tega aja nyebut di pertigaan alauddin-pettarani, pertigaan mp-boulevard, belum lagi depan btp yang huaahhh :D
      *eh kesebut juga ;p

      Hapus