Saya pikir saya tidak akan lagi
menuliskan soal ini sebagai reportase di blog saya. Tapi rupanya saya salah. Saya
masih tetap harus menulis juga soal ini. Seperti ritual tahunan ternyata. Sayangnya,
bukan sesuatu yang membanggakan, sorry to say. Padahal dengan saya menulis soal
ini setahun lalu, saya sungguh berpikir baik bahwa akan ada perubahan tahun
depan. Perubahan signifikan yang jaauuuuh lebih baik. Well, saya salah.
Eh, ini soal apa sih sebenernya? Hihihi…
Ehm, soal banjir! Soal musim hujan
yang entah kenapa harus identik dengan tergenangnya ruas-ruas jalan raya di
kota tempatku tinggal ini, Makassar. Kalau tahun-tahun sebelumnya saya
kebanyakan hanya nonton saja lewat berita, alias saya jarang keluar rumah jadi
hanya sesekali saja saya rasakan yang namanya jalan raya banjir. Tahun ini,
karena tuntutan karir *halagh gayane karir padahal nganterin pesenan kue doang
kok hihihi* saya harus sering berkeliaran meski hujan dan angin menerpa *lebay
lagi deh!*
Eh tapi serius, sebenarnya hujan aja nggak masalah sih, masih air
ini kok, paling juga setetes doang kan (iya, temennya aja yang banyak,
berjuta-juta tetes T__T)? Yang jadi masalah adalah hujan selalu identik dengan
macet di mana-mana. Heran kan, hujan kok macet juga?! Harusnya kan lalu lintas lebih
lengang ya, mengingat banyak orang pilih selimutan di rumah. Jadi kenapa macet?
Ternyata… berdasarkan pengamatan saya, macet yang terjadi akibat hujan hampir
bisa dipastikan penyebabnya pasti gara-gara jalanan banjir. Tergenang di salah
satu sisi sehingga membuat kendaraan enggan lewat di sisi jalanan yang terendam
tersebut! Nah, jadinya badan jalan yang harusnya selebar 6 mobil, menyempit
jadi selebar 3 mobil saja. Macet dah!
Padahal di bagian lain kota ini
denger-denger jalanan jalur bolak-baliknya terendam semua jadi (seperti) sungai.
Hmmmm…. Apa sih sesunguhnya yang jadi masalah? Apakah fenomena alam yang
bernama hujan telah benar-benar sangat dahsyat sampai-sampai menginvasi manusia
dan mengambil alih kota ini? Entahlah, you tell me… saya titip uneg-uneg saja J
Maafkan, bukan maksudku
Sudah kukirim permisiku, tapi kau tak
menggugu
Maafkan, apa salahku?
Mengapa kau membenciku? Sedangkan aku
bahkan menghuninya lebih dulu
Maafkan, Bukan ingin kumenerjang
Atau karena merasa garang
Tapi kalianlah yang menghadang
Sejak dulu di situlah jalanku
Sejak dulu di sanalah aliranku
Sejak dulu… sejak kau pun bahkan belum
ada
Apalagi lantai-lantai beton itu...
Pada angin yang menderu
Pada awan yang kelabu
Pada langit yang hitam, kelam, tak
membiru
Pada rinai yang turun satu-satu
Pada dedaunan yang lunglai kuyu.
Kutitip pesanku.
Aku akan lewat! Menyingkirlah!
Namun kau tak hirau tandaku
Maafkan
Bukan maksudku…
Tulisan saya setahun lalu soal ini bisa dibaca di Banjir Jalanan Makassar.
wah di Makasar ya?
BalasHapusSaya kira Hujan sama Banjir nyaris ada di setiap kota di Indonesia. Senan rasanya bisa liat kota Makasar walau melalui foto di blog ini.
Waahhh..aku kira banjir cuma menyapa pulau jawa aja krn beberapa daerah di pulau jawa kabarnya air lautnya dah makin menyelusup jauh ke daratan jadi pulau jawa nyaris diperkirakan akan tenggelam.
BalasHapusDi Pekanbaru sini juga gini nih Mbak :)
BalasHapusMudah2an pak walikota yang baru membaca tulisan para blogger ya. Padahal ini belum hujan yang berjam2 sampe berhari2 lho, sudah ada banjir di mana2. Kalo di tempatku, air jadi cepat naik .. :(
BalasHapuswah kalau di jalanan pasti banjir ya mbak, apalagi sawah2. rumahku yang mewah (mepet sawah) pun kini tak ada, karena sawahnya jadi rumah, alhasil banjir. Alhamdulillah rumahku jauh dari banjir Tegal jateng hehe, malah kotaku panas
BalasHapusternyata di Makasar juga ada banjir ya
BalasHapus