Tulisan ini sudah pernah saya posting di kompasiana dengan judul Kemacetan itu Ibarat Penyakit, Lebih Baik Dicegah daripada Diobati. Ngga apa-apa kan ya kalau saya repost di blog ini? Tidak akan dimarahi oleh googlebot kan ya? *gaptek
Baiklah, selamat membaca .... :)
Setidaknya ada tiga buah mobil berplat
--dasar putih tulisan merah-- yang berseliweran di kompleks tempat saya tinggal.
Ya, mobil baru. Kursinya masih diselubungi plastik, bodinya bersih, dan catnya,
ya tentu saja, mengilat, mentereng menyilaukan,
cling! Nyaris tiap saat saya
mendapati mobil-mobil berplat seperti itu. Maksud saya, tidak pernah misalnya
dalam rentang waktu yang cukup panjang, saya tidak melihat mobil-mobil dengan
plat seperti yang saya maksud tadi. Selalu adaa saja. Artinya apa? Artinya,
secara umum bisa dimaknai sebagai : orang-orang tak henti-hentinya membeli
mobil baru. Iya, kan?
Nah, ini hanya contoh kasus yang
melibatkan sebuah kompleks tempat saya bermukim, di Makassar. Bagaimana dengan
ratusan perumahan lainnya? Saya yakin hal yang sama pun kurang lebih pasti
terjadi di kompleks-kompleks lain. Orang-orang terus saja membeli mobil baru.
Di mana pun, kapan pun. Wajar sih, mengingat sejauh ini mobil pribadi memang
merupakan transportasi ternyaman yang bisa dipilih (mengabaikan faktor lain
semisal betapa mudahnya memperoleh kreditan kendaraan belakangan ini).
Lalu apa masalah saya dengan keputusan
orang-orang membeli mobil baru? Tidak ada, sama sekali tidak ada. Saya justru turut
bahagia dan berharap suatu saat kelak pun berkemampuan memiliki mobil berplat
–dasar putih tulisan merah– seperti orang-orang itu.
Hanya saja sedikit tebersit
kekhawatiran di benak saya, jika orang-orang terus membeli mobil baru,
bagaimana nantinya dengan kemacetan yang bahkan sekarang pun sudah mulai sering
dikeluhkan oleh warga Makassar? Sebandingkah kira-kira pertumbuhan
infrastruktur semacam jalan raya, untuk mengantisipasi, MENCEGAH masalah
kemacetan? Well, saya berpikir positif saja, bahwa para pemegang regulasi kota
Makassar tentu memiliki kepedulian yang bahkan lebih tinggi dari saya (siapalah saya). Dan saya bahkan meyakini
bahwa para pemegang regulasi tentunya pemikirannya lebih maju sepuluh langkah
daripada saya dalam hal ihwal merencanakan pembangunan dan tata kota. Saya
meyakini itu, sangat. Semoga.
Saya teringat sekitar sepuluh tahun
lalu ketika jalanan utama kota Makassar seperti Jl. Perintis, Jl. Pettarani, Jl. Alauddin,
masih selebar sekitar empat mobil dijejer (mencakup kedua sisi jalan). Secara
garis besar meski jalanan tidak terlalu lebar, lalu lintas lancar-lancar saja.
Namun seiring berjalannya waktu, untuk ukuran sebuah fast-growing-city sebesar Makassar, pada akhirnya toh macet menjadi
salah satu menu keseharian juga. Seolah ingin mempertegas kenyataan bahwa ciri
khas kota metropolitan adalah macet (padahal haruskah?).
Sehingga diperlebarlah jalanan-jalanan
utama kota menjadi nyaris dua kali lipatnya. Namun bagaimana hasilnya? Apakah
memperlebar jalanan lantas secara otomatis menjadi solusi kemacetan? Coba tanyakan saja pada warga Makassar, pasti
jawabannya tidak. Tetap saja macet. Meski kalau boleh saya katakan, macetnya
masih cukup ‘sopan’. Dibandingkan dengan Jakarta misalnya. Kemacetan di
Makassar, terkadang terjadi karena kasuistik semata. Misalnya ada demo, jelas
macet. Banjir, itu juga macet. Ada kecelakaan, wajarlah macet. Busy hour, di mana orang-orang serentak
pergi-pulang rumah untuk bekerja maupun sekolah, biasanya padat merayap. Di
potongan jalan, di mana orang-orang biasanya memutar kendaraan dan ada polisi
cepek (eh seribu) di sana, berpotensi macet. Atau pada antrian lampu merah,
salah sedikit jadinya macet. Begitulah. Eh,
jadi kapan ngga macetnya?
Jadi, sekarang bagaimana? Solusinya
apa? Apakah perlu dibuatkan aturan khusus terkait prosedur dan syarat
kepemilikan kendaraan? Ataukah mau diperbanyak pertumbuhan jalan raya, lingkar
tengah dan sejenisnya? Entahlah, terserah!
Gambar ini pernah saya tampilkan di artikel tentang banjir di makassar. Nah yang tampak di sebelah kiri angkot itulah cikal jalan lingkar tengah yang saya maksud. |
Yang jelas, tertitip tanya, mau dibawa
ke mana kota molek yang strategis, ekonomis, dan manis ini? Apakah
kemacetannya, yang saya ibaratkan seperti penyakit, hendak dicegahkah atau
dibiarkan saja kronis? You tell me…
Sumber
bacaan :
Asli ini kondisi mirip Palembang saat ini :) Bingung ya kita kapan ngak macetnya?
BalasHapusoot iya tadi tulisannya sempat terpotong, heheee...
Hai Risa,
BalasHapusMau tanya dong, apakah di Makassar ada angkutan umum? Jika ada, apakah angkutan tersebut sudah bisa memenuhi kebutuhhan transportasi semua lapisan masyarakat?
Kemacetan akan semakin parah jika tidak ada kesadaran dari orang berduit yang lebih mementingkan egonya tidak mau naik angkutan umum.
BalasHapusJalaan boleh macet, tapi hati tak boleh macet, hahaa... Senang membaca tulisanmu! Terus menulis, ya! :D
BalasHapusmau gimana lagi...
BalasHapusangkutan umum susah dan ga aman
mobil makin murah
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusalhamdulillah batam jarang macet mbak...lancar jaya..Hehe
BalasHapusalhamdulillah batam jarang macet mbak...lancar jaya..Hehe
BalasHapusalhamdulillah batam jarang macet mbak...lancar jaya..Hehe
BalasHapusalhamdulillah batam jarang macet mbak...lancar jaya..Hehe
BalasHapusalhamdulillah batam jarang macet mbak...lancar jaya..Hehe
BalasHapusmbak risa...maaf ya...komen saya kok malah munculnya jadi banyak begini ya....padahal cuma klik sekali lho....sekali lagi maaf banget ya mbak
BalasHapuskl sy berpikir transportasi massalnya harus diperbaiki dan di bikin bagus.. karena py pengalaman pribadi, waktu masih ngantor dulu di area perumahan tmp kantor sy berada punya terminal bis yang bagus. Terminal utk umum, bis2nya milik komplek mereka. Nyaman bisnya dan ada jadwal2nya.. Akhirnya sy yg tadinya selalu ngantor bawa mobil malah jd nyaman naik kendaraan umum kalo nyaman gitu.. Tp sayangnya gak semuanya seperti itu akirnya bikin serba salah. Mau naik angkutan umum yg ada, bikin gak nyaman ke kantor. Tp mau bawa kendaraan pribadi malah ikut nyumbang macet
BalasHapusdimana-mana sekarang macet ya
BalasHapusmacet itu sama sekali gak asik
BalasHapus