“Kasih keluar
pisaunya!” perintah seorang petugas kepada seorang ibu ketika ia melalui pintu detektor
menuju ruang tunggu sebuah bandara di pulau Sulawesi. Nada suara petugas
tesebut keras, tegas dan jelas. Tidak ada keramahan sedikit pun dalam intonasi
suaranya yang cenderung menuduh tadi. Sang ibu kebingungan. Selain karena ia merasa
tak memasukkan pisau dalam tas tentengannya (saking bingungnya sang ibu bahkan sempat terpikir mungkinkah para
bocahnya memasukkan pisau tanpa sepengetahuannya di rumah? Atau mungkin ketika
tadi ia meninggalkan tas itu kepada para bocah dan keluarga yang mengantar
untuk check-in, seseorang menyisipkan pisau ke dalam tasnya?), ia cukup
kesal dan sakit hati dengan sikap dan tuduhan sepihak sang petugas tersebut.
Seperti
inikah prosedur standar pengamanan yang harus dilakukan manakala bawaan
seseorang terdeteksi sesuatu yang mencurigakan di monitor mereka? Langsung
dituduh membawa benda tertentu dan diperintah dengan ketus untuk mengeluarkan
benda yang mereka maksud, sang
ibu membatin dalam hati. Ia mengira meskipun soal keamanan dan itu sangatlah
krusial, kalimat semisal : “Maaf, Bu. Tas
Ibu terdeteksi membawa logam (atau apapun arti warna-warna yang tertera pada
layar monitor alat detektor bandara itu). Apakah Ibu membawa benda serupa itu,
pisau, gunting atau sejenisnya mungkin?” itulah yang akan ia dengar. Redaksinya lebih enak, bukan? Kecurigaan
tersalurkan, praduga tak bersalah pun dapat.
Daripada seperti
tadi? Membuat sang ibu nyaris menangis gara-gara saking inginnya meledak marah
kepada sang petugas namun ia berusaha menahannya dan memilih bersikap rasional.
Apalagi mengingat dirinya tengah ditempatkan di posisi tertuduh seperti itu,
tentu tak ada siapapun yang akan membela selain kedua bocahnya yang sama tak
mengerti mengapa mereka tertahan di pintu masuk ruang tunggu bandara tersebut. Padahal
sebelumnya tak pernah ia mengalami hal serupa ini ketika hendak bepergian
dengan pesawat udara. Bahkan karena kebetulan ia pernah terbang ke luar negeri
justru yang ia khawatirkan adalah botol-botol air mineral yang ia bawa dalam
tas tersebut. Karena seingatnya dalam penerbangan luar negeri seseorang tak
boleh membawa liquid melebihi 100 ml. Sementara soal pisau, gunting atau benda
tajam lainnya, ia tahu persis dalam aturan penerbangan mana pun tak boleh
dibawa masuk ke kabin pesawat. Nah, sekarang ia malah diperlakukan seperti itu
oleh sang petugas. Di hadapan kedua bocahnya pula!
***
Cerita tersebut
di atas sungguh nyata terjadi. Sekadar sharing atas sebuah pengalaman saya.
Menggelitik pikiran saya untuk melontarkan sebuah tanya, mengapa harus seperti
itu?
Okey, saya
paham, bandara adalah sebuah tempat umum yang selalu diramaikan oleh
orang-orang dengan beraneka macam niat yang bukan semata sekadar naik pesawat
udara (saya menyimpulkan ini berdasarkan beberapa kasus yang sering diberitakan
di televisi) . Selain itu kita semua selalu khawatir dengan ‘teroris’. Kita
semua juga khawatir dengan penyelundup barang terlarang. Pun kita semua tak
menginginkan kecolongan atas sesuatu yang bisa dicegah sejak dini. Saya sangat
paham betapa beratnya tugas yang diemban para petugas itu untuk memastikan
keamanan selalu berada di level 100%. Namun sekali lagi, apakah caranya memang
harus selalu seperti itu?
Jujur saja,
ketika kejadian itu terjadi, andai saja sang petugas tetap bersikukuh dengan
tuduhannya, saya sudah berniat hendak membongkar semua isi dalam tas travel saya di hadapan petugas itu. Demi
mendukung kesuksesannya menunaikan tugas mengamankan semua penumpang beserta
barang bawaannya. Dan mungkin nantinya bisa dijadikan sebagai bahan masukan
untuk mengupgrade peralatan deteksi tadi. Karena sumpah demi Tuhan yang jiwaku
berada dalam genggamannya, saya tidak membawa apapun yang membahayakan tapi toh
si detektor itu kok tega menjudge saya seperti itu? Berarti errornya di mana?
Memang sih saya membawa logam dalam tas itu, jumlahnya selusin malah (dan itu
sudah saya katakan pada mereka), tapi itu dalam bentuk mobil-mobilan mini
koleksi anak saya. Itukah yang terdeteksi? Atau mungkin dua buah sendok dalam
wadah bekal makan siang anak saya? Atau papan catur anak saya? Karena kan tidak
mungkin botol-botol air mineral atau snack ringan yang saya bawa atau crayon
dan buku gambar anak saya, apalagi sweater? Tapi dijudge membawa pisau??? Yang
benar saja! Justru karena saya dituduh seperti itu malah hati saya yang serasa
jleb! ditusuk pisau…
jadi gimana cerita akhirnya mbak?
BalasHapusAkhirnya sy boleh masuk setelah sy buka tas saya, lalu sy tunjukkan barang2 terutama mobil2an itu. Memang ada satu yg berbaterai, jadi petugas mengakhiri sikon itu dgn melarang anak sy memainkannya...
Hapushummmmm begitu ya. suudzon ya kalo di bandara hehe
Hapusduh, saya juga pasti punya perasaan yg sama kalau langsung di tegur dengan cara seperti itu.
BalasHapusJangan sampai kejadian, mba... sungguh ga enak banget.
Hapuseh iya bener tuh pernah bawa hotwheen pake kotak kaleng khusus dari hotwheelnya itu juga detektornya berbunyi dan harus dikeluarkan dulu
BalasHapusBerarti bener gara2 mobil2an, mba lidya. soalnya merknya persis. Mana ga ada maaf pula... sungguh terlalu... ckckck
HapusCara petugasnya salah ya mbak...
BalasHapusMbok rada halus gitu hihi...
Wes mbuh lah, una... ga ngerti saya gimana sih harusnya?
BalasHapusyang jelas kesal sekali saya ;p
Waktu masih di Riau, saya pernah nyeberang ke Malaysia Icha. Waktu balik dari Melaka mau nyeberang ke Dumai (Riau), gi**, petugasnya kasar2, membentak2 .... :(
BalasHapusJangan2 itu yang "prosedur standar" ?
Iya aku juga pernah mikir apa memang SOP security Bandara gitu ya, padahal kalau pakai bahasa yang sopan tentu lebih nyaman :-)
BalasHapuspadahal tegas dan kasar itu jelas-jelas beda ya, Bu?
Hapuskunjungan gan,bagi - bagi motivasi
BalasHapusHal mudah akan terasa sulit jika yg pertama dipikirkan adalah kata SULIT. Yakinlah bahwa kita memiliki kemampuan dan kekuatan.
ditunggu kunjungan baliknya yaa :)
makasih kunjungannya :)
Hapusnice posting...semangat ya
BalasHapussiip :)
Hapusbtw, nice furniture, jadi mupeng ^^
saya malahan pernah dapet pengalaman lebih sadis lagi mbak... kerudung keponakan saya disuruh dibuka gara-gara ada blink-blnk nya... Haduh... memang nggak pernah liat mute apa.... tepuk jidat
BalasHapushah? parraah! *ikut tepok jidat
Hapuskejadian sisip menyisip itu memang membikin kita berang..
BalasHapusmaka adri pada itu, saya selalu meletakkan tas dekat dengan diri saya agar kejadian itu (harapannya) tidak terjadi
:)
Hapuswaduuuh yang belum pernah kebandara seperti saya, mesti waspada dong,hehe
BalasHapusterima kasih atas pengalamannya
#blogwalking siang
sama-sama..
Hapusmakasih sudah mampir :)
Saya pernah ada pengalaman di bandara Soekarno Hatta sekitar 2 taon lalu. Saya lihat seorang ibu yang bagnya kena detector, dan dipaksa mengeluarkan Benda cair di dalam tasnya.
BalasHapusTernyata isinya dua botol kecap yang kata petugas checkpoint di Bandara tidak boleh dibawa masuk ke dalam pesawat, kecuali dinmasukkan dalam bagasi. Saya sedih melihat ibu itu kecewa karena kecap itu untuk cucu cucunya. Namanya peraturan kadan nyebelin dan terasa kaku. Salam kenal dari Pontianak. Izin Follow ya
wah, kasihan ya ibu itu pasti sedih dan kecewa ...
Hapussalam kenal kembali :)
petugasnya perlu belajar bagaimana cara menghadapi orang lain dengan baik, kalau nggak belajar, kasihan dia...
BalasHapusiya tuh, kang ...
Hapusmenurut saya juga seperti itu. malah sepertinya lebih santun di bandara soetta yang notabene bandara terbesar di indonesia yang tentunya peluang kejahatan lebih besar pula. entahlah...
wah, mungkin memang begitu ada tujuannya kali, tapi tetep aja ya gak baek ..
BalasHapushmm..
aku sendiri belom pernah ngalamin hal kayak gitu di Bandara mbak..
iya, semoga tak perlu dirimu mengalami seperti itu :)
Hapus